Waktu penjemputan taksi dan jumlah pesanan yang dibatalkan meningkat karena pengemudi tidak tertarik untuk menaikkan harga. Mereka lebih memilih untuk memperoleh penghasilan berdasarkan volume pesanan dan perjalanan jarak dekat, dibandingkan dengan mengorbankan manfaat yang lebih besar dari perjalanan jarak jauh dengan volume pesanan yang lebih sedikit.
Hal tersebut membuat waktu penjemputan penumpang menjadi lebih lama dan tingkat pembatalan pesanan dari pengemudi sebesar 37%. Pengemudi lebih memilih untuk memperoleh penghasilan berdasarkan perjalanan jarak dekat dengan volume pesanan yang lebih banyak dibanding perjalanan jarak jauh dengan pesanan yang lebih sedikit.
“Sangat disayangkan yah, setelah harganya menjadi semakin mahal, saya dan teman-teman saya sudah jarang menggunakan taksi online karena tidak sebanding dengan pendapatan saya juga tiap bulannya, semoga pemerintah bisa mengkaji ulang kebijakan tersebut,” ujar Imam selaku salah satu konsumen taksi online di Kaltim.
“Perlu di ketahui bersama bahwa ekspektasi naiknya tarif transportasi online dapat memberikan pendapatan yang lebih banyak untuk driver adalah langkah yang tidak tepat. Pada faktanya, hal tersebut justru membuat situasi driver semakin sengsara karena orderan dan penghasilan mereka berkurang drastis,” ujar Indra Soba selaku Head of Subdivision Maxim Samarinda.
Dari hasil riset tersebut menyimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah Daerah untuk menaikkan tarif Angkutan Sewa Khusus menimbulkan masalah serius bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai sopir taksi online. Alih-alih meningkatkan pendapatan karena banyaknya pesanan, banyak orang yang kehilangan penghasilan untuk menafkahi keluarga mereka. (*)