Kemudian ia bercerita pada tahun 1976 saat Mustar Noor meninggal lalu surat tersebut diketahuinya diberikan kepada ayah AR.
“Dan di tahun 2021, kami para ahli waris memberikan kuasa kepada keponakan kami Rafi’i ini, karena kami menilai dia lebih pantas, lebih mampu untuk mengurus surat-surat tanah itu,” katanya bercerita.
Ia menegaskan kembali bahwa keluarganya sepakat memberikan kuasa ahli waris. “Bahkan Rafi’i ini sempat menolak untuk menjadi kuasa ahli waris tersebut,” katanya saat bercerita mengenai surat tanah tahun 1929 itu.
Kemudian Hakim bertanya kepada Saksi I, apakah para ahli waris tidak ingin merubah surat-surat menjadi sertifikat pada saat itu, sekitar tahun 1975-1976 , lalu Sakti I menjawab “pada saat itu saya baru lulus sekolah, jadi tidak mengetahui banyak soal itu,” katanya menjawab pertanyaan Hakim.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Asrina Marina menanyakan, apakah Saksi I mengetahui peruntukkan surat itu dibuat untuk penggunaan lahan atau untuk kepemilikan.
“Saya tidak tahu itu, yang saya tahu itu surat tanah kepemilikan pada tahun 1975, dari kakek saya (Muhammad Noor, kakek saksi dari pihak ibu), dan saya termasuk pihak yang memberi kuasa kepada AR,” kata Saksi I menjawab pertanyaan dari JPU.
Lalu JPU melanjutkan pertanyaan apakah Saksi I pernah mendengar atau mengetahui dari mendiang M. Noor pernah menjual tanah, Saksi I menjawab tidak pernah.