Hanya saja, ada Perda Kaltim nomor 12 tahun 2012, pada pasal 4 ayat 1 yang mengatur bahwa setiap hasil tambang batubara dan hasil perkebunan kelapa sawit harus diangkut menggunakan jalan khusus.
Ditambah dengan pasal 6 yang mengatur setiap angkutan batubara dan hasil perkebunan sawit dilarang melewati jalan umum.
Kemudian menurut Undang-Undang (UU) nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ, angkutan batubara tidak dilarang menggunakan jalan umum.
“Itulah masalah yang sering didiskusikan dalam setiap Rakornis perhubungan se-Kaltim, sementara kedudukan UU lebih tinggi sehingga Dishub Provinsi sulit mengeksekusi pelanggaran Perda Kaltim saat dilakukan razia gabungan angkutan batu bara,” kata Inayatullah.
Jadi, mengenai Perda Kaltim nomor 10 tahun 2012 lebih kuat atau tidak jika disandingkan dengan UU nomor 22 tahun 2009, Inayatullah menjawab bahwa yang bisa menjawab masalah tersebut adalah pihak Pemprov Kaltim.
“Bukan berarti Perda Kaltim ini tidak berkekuatan hukum, cuman ada ketentuan di dalamnya yang berbeda dengan UU nomor 22 tahun 2009 tentang LLAJ,” ucapnya.
Bahkan, kata Inayatullah UU nomor 22 tahun 2009 diperkuat oleh PP nomor 30 tahun 2021 tentang angkutan jalan.
“Mungkin lebih baik jika Perda Kaltim tersebut dianalisis kembali dengan mempertimbangkan ketentuan di atasnya yang terbaru, serta sudah tentu memperhatikan kondisi lingkungan strategis daerah serta kearifan lokal di Kaltim,” katanya.