Meskipun demikian, anak-anak di Kota Balikpapantidak ada buta aksara tapi tidak semua anak-anak bisa menceritakan kembali sesuatu yang dibaca. “Membaca bisa ketika membaca apakah memahami isinya, ketika sudah memahami isinya apakah bisa mengartikulasikan kembali apalagi dalam bentuk tulisan. Belum lagi ada satu definisi literasi yang baru,” ungkapnya.
Literasi ataupun numerasi yang dipahami dapat memberikan kemanfaatan atau memberikan satu motivasi untuk berinovasi untuk menemukan hal-hal yang baru, menciptakan karya sehingga dapat bersaing ke ranah global yang berujung kepada kesejahteraan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Balai Guru Penggerak Provinsi Kaltim, Wiwik Setiawati menyampaikan bahwa Sekolah Penggerak di Kaltim sebanyak 165 sekolah yang tersebar di 10 Kabupaten Kota dan paling banyak ada di wilayah Samarinda.
Untuk menjadi sekolah penggerak yang merupakan transformasi sekolah ini diawali seleksi yang diikuti Kepala Sekolah dan harus lulus. “Kalau lulus maka sekolah yang ditugasi akan menjadi sekolah penggerak. Nanti terdapat pendampingan dan intervensi selama tiga tahun dari pemerintah pusat,” imbuhnya.
Tidak semua sekolah menjadi sekolah penggerak, pasalnya kuota yang harus diperebutkan di seluruh Indonesia terbatas. “Kalau kepala sekolah tidak ada komitmen susah untuk sekolah ini berubah,” ungkapnya.

Untuk sekolah penggerak wajib untuk menggunakan kurikulum merdeka, apabila belum menjadi sekolah penggerak maka kurikulum merdeka menjadi pilihan. Sekolah penggerak di Kota Balikpapan mulai dari paud, Tk, SD, SMP dan SMA/SMK.
Dengan sekolah penggerak dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, hasil pembelajaran anak-anak sesuai dengan ditargetkan. “Jadi pada awal dia menjalankan program penggerak itu ada asesmen. Target selama tiga tahun itu harus ada perubahan,” sebutnya.