BorneoFlash.com, TANA PASER – Pengadilan Negeri Tanah Grogot melanjutkan proses sidang perlawanan/pembantahan No. 13/Pdt.Bth/2020/PN TG pada tahap Pemeriksaan Setempat. Jumat, (15/01/2021).
Sidang pemeriksaan tersebut terkait sengketa lahan tanah seluas 1.705 meter yang sampai saat ini ahli waris belum mendapatkan haknya.
Muchtar Amar, SH selaku kuasa hukum ahli waris menyatakan, kemarin hari Kamis tanggal 14 Januari 2021, Majelis Hakim dan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Tanah Grogot telah melaksanakan sidang Pemeriksaan Setempat.
“Sebelumnya menurut angka 8 SEMA No. 5 tahun 1994, pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Majelis/Hakim di luar ruang sidang pengadilan adalah sama sifatnya dengan persidangan yang dilakukan di kantor pengadilan,” jelas Muchtar.
Muchtar menjelaskan, mengutip dari Sudikno, M, dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia ‘Pemeriksaan perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan diluar gedung tempat kedudukan Pengadilan.
Dalam sidang pemeriksaan setempat lanjut Muchtar, kemarin Terbantah I dihadiri oleh kuasa hukumnya, Terbantah II tidak hadir ataupun kuasanya.
“Untuk Terbantah II/kuasanya sejak awal masalah tanah ini di Jln. Hasanuddin, Kecamatan Tanah grogot Kabupaten Paser sudah masuk ke pengadilan namun tidak pernah hadir di persidangan,” kata Muchtar.
Dari sidang kemarin lanjutnya, ditemukan fakta bahwa, objek sengketa yang telah dieksekusi melalui sita eksekusi PN Tanah Grogot merupakan objek tanah yang sama dengan yang telah dihibahkan oleh H. M. Usman Masse kepada 4 (empat) orang anak perempuannya.
“Keempat orang anaknya yaitu, Wahyunah, Wahyuni, Wahyudiana dan Noor Asyikin itu pun dilaksanakan seminggu setelah istrinya Noorsehan meninggal dunia melalui Surat Wasiat Waris/Hibah Harta tertanggal 28 Juli 2013, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan diketahui oleh pak RT, serta ada lampiran sket pembagiannya,” beber Muchtar.
Dulu pernah ada laporan di Polres Paser, jadi yang hadir hanya HT. Suharto mewakili Anggun Asri Hirmawan, kata salah satu menantu Usman Masse menjelaskan terpisah.
Suami dari Wahyuni anak ke 2 dari Usman Masse menjelaskan sebagai penggugat, surat asli SKPP Bangunan/Tanaman Diatas Tanah Negara No. 62/PPTN/1006/1996 An. H.M. Usman Masse dipegang oleh saudari Wahyunah.
“Dibelakang hari, mertua saya ingin mengambilnya namun karena sesuatu hal maka beliau melaporkan Wahyunah ke Dirkrimum Polda Kaltim Penggelapan Surat,” ungkapnya saat ditemui.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kakak iparnya menyerahkan surat aslinya di rumah Wahyunah diketahui suaminya dan Noor Asyikin ke penyidik untuk kepentingan penyelidikan.
“Kemudian saya dan istri saya (Wahyuni) tidak tahu mengapa surat asli tersebut akhirnya ada di tangan Gusti Lijayadi/Gusti Malik A. Amrullah, dan tanpa kami ketahui muncul Surat Perjanjian Perdamaian tertanggal 23 November 2016, mungkin karena takut atau apa kakak ipar saya membuat perjanjian itu,” lanjutnya.
Jadi setelah kakak iparnya memegang surat perdamaian tersebut, mertuanya menjual ke Gusti Malik A. Amrullah (Terbantah II), namun belum jelas bagaimana perjanjian dan pelaksanaan bayarannya.
Gusti Malik A. Amrullah jual lagi kepada Anggun Asri Hirmawan (Terbantah I) sebesar Rp. 1.450.000.000, tambah suami wahyuni menyesalkan.
Sebagai kuasa hukum ahli waris menjelaskan, selain dari pada upaya-upaya laporan dan perlawanan, pihaknya akan menempuh Peninjauan Kembali perkara sebelumnya, sembari berharap pejabat berwenang (Lurah/Camat) yang memproses pelepasan hak atas tanah dan BPN Paser yang menerbitkan sertifikat dapat mencabut ataupun membatalkannya.
Berdasarkan asas Contrarius Actus yang telah diatur dalam UU 30 tahun 2014 tentang AUPB lanjutnya, dasar yang sama dilakukan pemerintah terhadap pembubaran FPI.
“Semoga upaya-upaya ini dapat mewujudkan keadilan bagi pencari keadilan dan dapat dipahami oleh masyarakat bagaimana prosesnya sebagai pembelajaran,” Pungkas Muchtar. (*)