BorneoFlash.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara telah membahas akses mineral kritis dengan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari negosiasi tarif nol persen untuk sejumlah komoditas sumber daya alam Indonesia.
Airlangga menjelaskan Danantara berkomunikasi dengan lembaga ekspor AS dan perusahaan Amerika yang berminat berinvestasi di sektor mineral kritis Indonesia.
Danantara berperan secara business to business (B2B) dengan menjembatani kerja sama langsung antara perusahaan Indonesia dan perusahaan AS.
Menurut Airlangga, keterlibatan AS di sektor mineral kritis Indonesia bukan hal baru. Perusahaan AS, Freeport-McMoRan, telah mengelola tambang tembaga sejak 1967.
Selain tembaga, AS juga menaruh minat pada nikel, bauksit, dan logam tanah jarang. PT Vale Indonesia Tbk telah mengelola nikel sejak 1970-an, sementara pemerintah masih mengembangkan mineral rare earth sebagai produk turunan timah.
Airlangga menambahkan AS membutuhkan mineral kritis untuk mendukung industri otomotif, pesawat terbang, serta pertahanan dan militer.
Pemerintah Indonesia menargetkan penandatanganan Perjanjian Tarif Resiprokal atau Agreement on Reciprocal Trade (ART) dengan AS pada akhir Januari 2026.
Tim teknis kedua negara saat ini menyusun legal drafting dan menargetkan penyelesaian dokumen pada pertengahan Januari 2026.
Selain itu, Airlangga menyebut AS membuka peluang pengecualian tarif bagi produk unggulan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit, kakao, dan kopi. Pemerintah juga mendorong perluasan kebijakan tarif nol persen ke lebih banyak komoditas. (*)







