Keluhan warga terkait kelanjutan perbaikan parit di kawasan Gunung Lingai juga mengemuka dalam kegiatan tersebut.
Syahri menyebut hal itu menjadi bukti nyata penataan sungai adalah kebutuhan mendesak.
Syahri menerangkan, proses penyusunan Raperda masih panjang karena DPRD perlu menampung aspirasi publik dan masukan teknis dari instansi terkait.
“Nanti akan ada hearing dengan Dinas Sumber Daya Air dan Balai Wilayah Sungai (BWS) untuk menentukan titik-titik yang perlu pengaturan detail. Mereka yang paling paham karakter sungai di Samarinda,” katanya.
DPRD mengidentifikasi setidaknya 15 daerah aliran sungai (DAS) di Samarinda, dan beberapa dianggap paling kompleks, seperti Sungai Karang Mumus, Sungai Karang Asam Kecil, hingga aliran di sekitar Pasar Ijabah karena sudah sangat padat permukiman.
Syahri memastikan tujuan utama Raperda bukan penggusuran, melainkan ketertiban tata ruang yang tetap melindungi hak masyarakat.
“Aturan ini nanti mengatur jarak aman bangunan dari bibir sungai, jalur hijau, dan ketentuan lainnya. Kita ingin bantaran sungai tertata, lingkungan terlindungi, dan masyarakat tetap terbantu tanpa kehilangan hak mereka,” tegasnya.





