BorneoFlash.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menangani 8.320 konten radikalisme dan terorisme sejak 20 Oktober 2024 hingga 16 November 2025.
Sebagian besar konten muncul di platform Meta. Setelah itu, konten bermasalah juga muncul di Google, TikTok, X, Telegram, layanan file sharing, Snack Video, serta 10 situs lainnya.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa 8.275 konten berasal dari aduan kementerian dan lembaga terkait.
Densus 88 mengirim 6.426 aduan. BNPT mengirim 1.836 aduan. Selain itu, intelijen mengirim 11 aduan, TNI satu aduan, dan Pussansiad satu aduan.
Untuk mempercepat penindakan, Kemkomdigi mengembangkan taksonomi risiko konten. Langkah ini memperkuat mekanisme notice and takedown sekaligus menjaga proporsionalitas intervensi. Alexander menegaskan bahwa seluruh proses berjalan berbasis risiko dan berbasis bukti.
Dalam perlindungan anak, Kemkomdigi menerapkan PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
Alexander menilai pendampingan orang tua sangat penting agar anak tidak menjadi korban rekrutmen jaringan terorisme. Karena itu, Kemkomdigi memperkuat literasi digital berbasis komunitas di berbagai daerah.
Alexander juga mengajak penyelenggara sistem elektronik dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai risiko di ruang digital. Ia menekankan bahwa pengawasan digital membutuhkan kerja sama semua pihak.
Pada kesempatan yang sama, Densus 88 Antiteror Polri mengumumkan penangkapan lima tersangka perekrut anak untuk kelompok terorisme. Densus 88 juga mencatat 110 anak berusia 10–18 tahun di 23 provinsi yang diduga direkrut jaringan tersebut. (*)







