BorneoFlash.com, JAKARTA — Sebuah inovasi bahan bakar buatan anak negeri bernama Bobibos (Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos) tengah mencuri perhatian publik.
Dikenal sebagai bahan bakar minyak (BBM) alternatif berbasis limbah jerami, Bobibos diklaim memiliki angka oktan (RON) 98 dan digadang-gadang mampu menjadi solusi energi ramah lingkungan sekaligus membuka peluang ekonomi baru di pedesaan.
Namun, di tengah euforia publik atas temuan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memilih bersikap hati-hati. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah belum dapat memberikan penilaian sebelum hasil kajian teknis dan uji laboratorium komprehensif diterima.
“Kita pelajari dulu ya, kita pelajari dulu,” ujar Bahlil singkat usai rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (11/11/2025), dikutip dari tayangan KompasTV.
Bahlil menegaskan, pemerintah tidak ingin gegabah menanggapi setiap klaim inovasi energi baru tanpa validasi ilmiah yang jelas. Menurutnya, aspek keselamatan, kualitas bahan bakar, serta kelayakan komersial harus menjadi pertimbangan utama sebelum produk semacam ini dapat dipasarkan secara luas.
Dari Limbah Jerami Jadi BBM Beroktan Tinggi
Melansir laman bapenda.jabarprov.go.id, Bobibos dikembangkan oleh sekelompok peneliti muda di Lembur Pakuan, Subang, Jawa Barat. Mereka mengolah jerami sisa panen padi menjadi bahan bakar nabati (BBN) sebagai upaya agar petani tidak hanya bergantung pada hasil panen, tetapi juga memperoleh nilai ekonomi dari limbahnya.
Hasil uji coba di lapangan menunjukkan performa yang menjanjikan: mesin traktor diesel berjalan stabil, asap buangan lebih bersih, dan tenaga terasa ringan. Bahkan, hasil pengujian laboratorium oleh Lemigas mencatat angka oktan mencapai 98,1, setara dengan BBM beroktan tinggi di pasaran.
Secara ekonomi, potensinya cukup besar. Dengan konversi 3.000 liter bahan bakar per hektar sawah, wilayah seperti Lembur Pakuan yang memiliki 1.000 hektar lahan berpotensi menghasilkan jutaan liter Bobibos setiap tahun.
Selain bahan bakar, proses produksinya juga menghasilkan pakan ternak dan pupuk organik, membentuk rantai ekonomi sirkular yang berkelanjutan.





