Pengeroyokan Wartawan Kubar Jadi Sorotan Kapolda Kaltim, SMSI Desak Penegakan Hukum Tegas

oleh -
Editor: Ardiansyah
Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro saat diwawancarai awak media usai meresmikan Gedung Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di kompleks perkantoran Pemkab Barong Tongkok, pada Selasa (4/11/2025). Foto: BorneoFlash/Ist
Kapolda Kaltim Irjen Pol Endar Priantoro saat diwawancarai awak media usai meresmikan Gedung Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di kompleks perkantoran Pemkab Barong Tongkok, pada Rabu (5/11/2025). Foto: BorneoFlash/Ist

Kapolda Kaltim menekankan pentingnya menjaga situasi kondusif sembari memastikan keadilan ditegakkan.

 

“Kalau memang itu pidana, ayo kita selesaikan. Tapi tetap dengan prinsip ultimum remedium dan restorative justice. Harapan kita permasalahan ini bisa selesai dengan baik, tuntas, dan tanpa ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.

 

Sementara itu, Kapolres Kubar AKBP Boney Wahyu Wicaksono menegaskan komitmennya untuk memproses laporan tersebut sesuai prosedur hukum.

 

“Kami akan selesaikan kasus ini secara prosedural,” tegas mantan Kapolres Nias Selatan itu.

 

Kasus ini juga mendapat perhatian luas dari komunitas jurnalis. Ketua SMSI Kota Samarinda, Arditya Abdul Azis, mengecam keras tindakan kekerasan terhadap wartawan tersebut dan mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat.

 

“Kekerasan terhadap jurnalis bukan sekadar tindak pidana, tapi serangan terhadap pilar demokrasi. Penangkapan dan penindakan tegas terhadap pelaku akan menjadi sinyal bahwa negara hadir melindungi kebebasan pers,” tegas Arditya.

 

Kasus ini memiliki dua dimensi hukum yang saling berkaitan: tindak pidana umum dan pelanggaran terhadap kemerdekaan pers.

  1. Pasal 170 KUHP — kekerasan bersama-sama terhadap orang dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun 6 bulan.
  2. Pasal 351 KUHP — penganiayaan dengan ancaman 2 tahun 8 bulan (biasa) atau 5 tahun (luka berat).
  3. Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers — melarang siapa pun menghalangi kerja jurnalistik dengan ancaman pidana 2 tahun atau denda Rp500 juta.

 

Jika kekerasan terhadap LHM terbukti dipicu oleh aktivitas jurnalistik, maka unsur “menghambat atau menghalangi kerja pers” dapat dijerat oleh penyidik.

 

Kasus ini kini menjadi atensi serius Polda Kaltim dan komunitas pers nasional, mengingat pentingnya menjaga kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di tengah upaya penegakan hukum yang adil dan berkeadilan. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.