Ibnu Rushd bahkan menyatakan bahwa jika terjadi pertentangan antara akal dan teks agama, itu berarti penafsiran teks tersebut perlu dikaji ulang
Dalam Al-Qur’an pun terdapat banyak ayat yang memerintahkan umat untuk berpikir, bertanya, dan merenungi alam sebagai tanda kebesaran Tuhan (misal surat Al-Imran ayat 190-191).
Pada era modern, pemikiran progresif seperti yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman dan Seyyed Hossein Nasr menegaskan bahwa penggunaan akal yang kritis dan rasional adalah kunci untuk menjaga relevansi dan dinamika Islam dalam menghadapi perkembangan zaman.
Dari sejarah panjang peradaban Islam dapat dipetik pelajaran bahwa kejayaan datang dari sinergi harmonis antara keimanan dan penggunaan akal. Ketika dogma menguasai dan membatasi pemikiran, maka cahaya ilmu mulai meredup. Namun, dengan menghidupkan kembali tradisi pemikiran kritis dan penggunaan akal yang diajarkan para filsuf Islam ternama, Islam memiliki potensi untuk kembali bersinar di era modern.
Optimisme ini menegaskan bahwa agama yang dinamis dan berpikir rasional akan mampu menghadirkan masa depan yang cerah dan membawa manfaat luas bagi umat manusia.
Mengembalikan kejayaan Islam yang bercahaya berarti membuka kembali pintu ijtihad yang fleksibel dan kontekstual. Ruang dialog antara ilmu pengetahuan dan ajaran agama harus diperluas agar interpretasi agama tidak mandek pada pemahaman literal.
Pendidikan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum harus dikembangkan sebagaimana dicontohkan oleh para ilmuwan klasik. Dengan demikian, pemuda Muslim didorong untuk menggunakan akal secara aktif dan kreatif.
Harapan besar terletak pada pemikiran terbuka yang mengedepankan rasionalitas, sehingga Islam kembali menjadi sumber inspirasi kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia. (*)
Nama Penulis: Agus Priyono Marzuki S.Pd
Profesi: Guru
No WhatsApp: 085792185490
Email: agus16priyono.marzuki@gmail.com







