Aktivis Internasional Ungkap Perlakuan Brutal Israel di Pusat Penahanan

oleh -
Penulis: Berthan Alif Nugraha
Editor: Ardiansyah
Sejumlah kapal yang tergabung dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla sedang berlayar menuju Jalur Gaza. Foto: ANTARA/Anadolu/py/am.
Sejumlah kapal yang tergabung dalam misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla sedang berlayar menuju Jalur Gaza. Foto: ANTARA/Anadolu/py/am.

BorneoFlash.com, ISTANBUL – Pusat hukum Israel, Adalah Legal Center, pada Senin menegaskan bahwa para aktivis internasional dari armada kapal bantuan kemanusiaan Gaza menjadi korban perlakuan buruk selama berada dalam tahanan otoritas Israel.

 

Penasihat hukum Adalah, Lubna Tuma, dalam pernyataan videonya menjelaskan bahwa banyak aktivis melaporkan berbagai bentuk kekerasan sejak awal penyergapan di perairan internasional.

 

“Sejak kapal mereka disergap, para aktivis mengalami kekerasan fisik dan verbal. Mereka dipaksa berlutut dengan posisi siku menempel di lantai dan dahi menyentuh tanah selama lebih dari satu jam tanpa diizinkan bergerak atau berbicara,” ungkap Tuma.

 

Ia menambahkan bahwa pihak Israel menggelar sidang terhadap para aktivis di Pelabuhan Ashdod tanpa pendampingan pengacara. “Banyak dari mereka harus menjalani proses hukum administratif tanpa hak pembelaan sama sekali,” ujarnya.

 

Menurut Tuma, para aktivis ditahan di ruangan sempit berukuran sekitar tiga meter dengan 15 orang di dalamnya. Mereka diborgol dengan tangan di belakang selama lebih dari lima jam tanpa mendapat makanan atau air. “Selain itu, tidak satu pun dari mereka menerima perawatan medis,” kata Tuma.

 

Beberapa aktivis juga mengaku mendapatkan perlakuan kasar dari tentara Israel, termasuk hinaan, ejekan, dan kekerasan fisik. “Perempuan bahkan mengalami perlakuan lebih keras dibanding laki-laki,” imbuhnya.

 

Tuma juga menyoroti adanya diskriminasi terhadap warga Arab. “Kami menerima kesaksian bahwa perempuan berhijab dipaksa melepas hijab dan dilarang menjalankan ibadah selama di penjara,” jelasnya.

 

Ia menilai kekerasan kali ini lebih ekstrem karena jumlah aktivis yang ditahan jauh lebih besar dibanding sebelumnya. “Israel tampaknya sengaja menggunakan kekerasan untuk menakut-nakuti agar tak ada lagi pihak yang berani berpartisipasi dalam misi kemanusiaan ke Gaza,” tegasnya.

Baca Juga :  UMKM di Samarinda Makin Bersinar, Pembina Bantu 10 Rombong 

 

Militer Israel diketahui menyerang dan menyita kapal Global Sumud Flotilla pada Rabu pekan lalu, serta menahan lebih dari 470 aktivis dari lebih 50 negara yang berupaya menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Aksi ini merupakan bagian dari blokade ketat Israel terhadap wilayah yang telah luluh lantak akibat serangan militernya sejak Oktober 2023.

 

Hingga kini, sekitar 170 aktivis telah dideportasi, sementara sisanya dijadwalkan menyusul pada Senin. Blokade Israel atas Gaza, wilayah berpenduduk hampir 2,4 juta jiwa, telah berlangsung hampir 18 tahun.

 

Sejak Oktober 2023, agresi brutal Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 67.100 warga Palestina, sebagian besar di antaranya perempuan dan anak-anak. Pemboman tanpa henti yang didukung penuh oleh Amerika Serikat itu telah menghancurkan seluruh infrastruktur, menjadikan Gaza tidak layak huni, dan menimbulkan krisis kemanusiaan parah berupa kelaparan dan wabah penyakit. (*/ANTARA)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

Jangan ketinggalan berita terbaru! Follow Instagram  dan subscribe channel YouTube BorneoFlash Sekarang

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.