“Dengan keterampilan tersebut, tenaga kesehatan akan lebih mampu memahami kebutuhan pasien tuli,” tambahnya.
Sebagai tahap awal, Dinkes Kaltim telah melatih 100 peserta dari puskesmas, rumah sakit, serta dinas kesehatan kabupaten dan kota.
Pelatihan tidak hanya menitikberatkan pada kemampuan teknis, melainkan juga pemahaman nilai-nilai inklusif dalam melayani pasien.
Yang menarik, pelatihan ini menggandeng Ikatan Kebersamaan Anak Tuli (IKAT) Samarinda sebagai mitra utama.
Dengan demikian, materi yang diberikan tidak semata berbasis teori, tetapi juga mencerminkan pengalaman nyata komunitas tuli.
“Kolaborasi ini menghadirkan sudut pandang yang autentik mengenai budaya tuli dan kebutuhan komunikasi sehari-hari. Jadi materi yang dipelajari benar-benar aplikatif,” jelas Jaya.
Kurikulum pelatihan meliputi pengenalan kebijakan pemerintah tentang hak-hak disabilitas, abjad jari, kosakata medis dalam bahasa isyarat, hingga simulasi interaktif antara tenaga kesehatan dan pasien tuli.
Jaya berharap para peserta dapat menjadi pelopor di unit kerjanya masing-masing, sehingga praktik pelayanan inklusif semakin meluas di Kalimantan Timur.
“Program ini tidak hanya menjalankan amanat regulasi, tetapi juga bagian dari komitmen meningkatkan mutu pelayanan publik di bidang kesehatan,” pungkasnya.