Lebih lanjut, Sri Wahyuni mengingatkan pemerintah daerah agar tidak terburu-buru menetapkan aturan tanpa menyiapkan analisis dampak, evaluasi, maupun langkah antisipatif.
Baginya, sebuah kebijakan yang baik tidak hanya dilihat dari isinya, tetapi juga dari kesiapan pemerintah dalam mengelola risiko.
“Setiap regulasi memerlukan perhitungan matang. Pemerintah harus mampu mengantisipasi dampak sebelum aturan itu benar-benar diterapkan,”tegasnya.
Ia juga menyoroti peran analis kebijakan di lingkungan pemerintah daerah. Menurut Sri Wahyuni, keberadaan mereka penting untuk memastikan seluruh aturan yang disusun sesuai dengan kewenangan, memiliki landasan hukum yang kuat, serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
“Apabila terdapat hal yang belum sesuai, mekanisme konsultasi harus ditempuh agar ditemukan alternatif solusi, bukan malah dihentikan begitu saja,”jelasnya.
Sri Wahyuni menambahkan, tanggung jawab akhir dari sebuah kebijakan selalu berada di pundak kepala daerah.
Karena itu, sebelum menandatangani sebuah aturan, kepala daerah wajib memperoleh masukan komprehensif dari sekretaris daerah maupun perangkat daerah terkait.
“Pengalaman di Pati menjadi peringatan bersama. Kita tidak ingin kebijakan di Kalimantan Timur justru membawa risiko yang memberatkan masyarakat,”pungkasnya. (*)