Ia juga mengakui bahwa sesuai regulasi, posisi tenaga pengamanan memang tidak termasuk kategori yang dapat mengikuti program PPPK.
Namun, ia menyoroti adanya kebijakan berbeda di beberapa kementerian yang justru bisa memasukkan tenaga seperti petugas kebersihan, sopir, dan office boy ke dalam program tersebut.
“Itu sebabnya kami berharap Gubernur mengambil kebijakan yang berpihak kepada kami,”ujarnya.
Terkait alasan tidak diakomodir, Bayu menjelaskan hal tersebut disebabkan aturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian PAN-RB yang membatasi kategori tertentu, seperti pengamanan, sopir, dan office boy, untuk mengikuti seleksi PPPK.
Meski demikian, ia menyebut ada pemerintah daerah dan kementerian yang mampu membuat kebijakan berbeda sesuai kewenangan masing-masing.
Di internal Pemprov Kaltim sendiri, kata Bayu, perlakuan terhadap tenaga honorer berbeda-beda antarorganisasi perangkat daerah (OPD).
Ada yang tetap mengakomodir, ada pula yang menyerahkan ke pihak ketiga.
Kelompok mereka termasuk yang sejak 1 Januari 2025 beralih ke sistem pihak ketiga, sementara beberapa instansi lain sudah melakukannya sejak 2024.
“Kami ingin kembali dibiayai melalui APBD,”tegasnya.

Berdasarkan data yang mereka himpun, jumlah tenaga honorer di tingkat provinsi yang menghadapi masalah serupa mencapai lebih dari 800 orang.
Angka itu belum termasuk honorer di kabupaten/kota.
“Jumlah tersebut sudah termasuk tenaga pengamanan, sopir, driver call, hingga sekitar 300 personel Bakti Rimbawan dari sektor kehutanan,”pungkas Bayu. (*)