Mutu Beras di Kaltim Disorot, Hanya Satu dari 17 Sampel yang Lolos Uji

oleh -
Penulis: Nur Ainunnisa
Editor: Janif Zulfiqar
Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) Kalimantan Timur (Kaltim) gelar Konferensi pers terkait mutu beras, pada Kamis (7/8/2025). Foto: BorneoFlash/Nur Ainunnisa
Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop UKM) Kalimantan Timur (Kaltim) gelar Konferensi pers terkait mutu beras, pada Kamis (7/8/2025). Foto: BorneoFlash/Nur Ainunnisa

Selain itu, aspek pengemasan dan pelabelan juga menjadi sorotan.

 

Banyak produk beras di Kaltim yang dijual dalam kemasan tanpa informasi yang memadai. Bahkan, sebagian besar berasal dari luar daerah dalam bentuk curah, lalu dikemas ulang secara lokal tanpa pengawasan yang memadai.

 

“Seluruh produk yang dikemas dan dipasarkan seharusnya memuat informasi yang jelas serta memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,”kata Heni.

 

Ia juga mengungkap bahwa sebagian besar pasokan beras di Kaltim berasal dari provinsi lain seperti Jawa dan Sulawesi. 

 

Meskipun ada upaya produksi lokal di wilayah seperti Penajam Paser Utara, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur, kapasitasnya masih belum mampu mencukupi kebutuhan seluruh provinsi.

 

“Saat ini, produksi lokal masih terbatas dan belum mampu memenuhi konsumsi masyarakat Kalimantan Timur secara menyeluruh,”jelasnya.

 

Heni menilai bahwa persoalan rendahnya mutu beras tidak lepas dari belum terbangunnya ekosistem perdagangan pangan yang ideal. 

 

Ia menekankan perlunya regulasi yang lebih ketat dan penerapan pengawasan yang konsisten di seluruh mata rantai distribusi.

 

“Perlu ada tata kelola yang lebih tegas agar setiap lini, dari petani hingga distributor, ikut bertanggung jawab dalam menjaga mutu pangan,”tegasnya.

 

Persoalan lainnya adalah soal harga. Beras premium di Kaltim kerap dijual jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) nasional. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya ongkos distribusi serta ketergantungan terhadap pasokan luar daerah. 

 

Sementara itu, beras bersubsidi dari program SPHP memang tersedia, namun sangat terbatas dari segi jumlah maupun jangkauan distribusi.

 

“Program SPHP merupakan bentuk intervensi pemerintah pusat melalui subsidi. Namun daya jangkaunya masih belum mencakup seluruh kebutuhan masyarakat,”ujar Heni.

Baca Juga :  Pemkab PPU Komitmen Atasi Masalah Pengangguran dan Kemiskinan, Pj Bupati: "Faktor Data Mumpuni Sangat Dibutuhkan"

 

Ia menutup dengan menyampaikan bahwa kondisi geografis dan keterbatasan infrastruktur distribusi turut memperburuk disparitas harga. 

 

Maka dari itu, penguatan produksi lokal dan pengawasan mutu menjadi kebutuhan mendesak untuk menjamin ketahanan pangan di Kaltim. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

Jangan ketinggalan berita terbaru! Follow Instagram  dan subscribe channel YouTube BorneoFlash Sekarang

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.