BorneoFlash.com, SAMARINDA – Tragedi yang menimpa dua balita di Samarinda, yang diduga menjadi korban tindakan kekerasan dari ayah kandungnya sendiri, menggugah keprihatinan banyak pihak.
Kalangan psikolog turut menyoroti peristiwa ini dengan mencoba memahami latar belakang psikologis di balik tindakannya.
Ayunda, seorang psikolog dari UPT-DPPA Samarinda, menjelaskan bahwa tindakan pembunuhan terhadap anak oleh orang tua, dalam ranah psikologi dikenal sebagai filicide.
Ia menilai, kondisi ini tidak dapat dijelaskan dari satu aspek saja.
“Dalam kasus filicide, ada berbagai kemungkinan penyebab yang berkelindan. Faktor psikologis, tekanan dari lingkungan, ketidakseimbangan peran dalam keluarga, serta kesulitan dalam mengatur emosi dapat menjadi pemicunya,”jelas Ayunda.
Menurutnya, tekanan sosial juga dapat memperburuk keadaan, apalagi jika pelaku merasa gagal menjalankan peran sebagai kepala keluarga.
Informasi yang ia himpun menyebutkan bahwa pelaku tidak bekerja, sementara sang istri justru menjadi pencari nafkah utama.
“Situasi seperti itu bisa menimbulkan tekanan internal, terutama dalam budaya kita yang masih menempatkan laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga. Ketimpangan peran ini, bila tidak diimbangi dengan kemampuan emosional yang matang, bisa menimbulkan frustrasi,”tambahnya.
Apalagi, kata Ayunda, usia pelaku yang masih tergolong muda baru 24 tahun membuatnya lebih rentan terhadap tekanan psikologis berkepanjangan.