Psikolog Sebut Ada Faktor Sosial di Balik Fenomena Rojali di Mall

oleh -
Penulis: Berthan Alif Nugraha
Editor: Janif Zulfiqar
Ilustrasi. Fenomena Rojali dan Rohana. Foto: HO/Freepik
Ilustrasi. Fenomena Rojali dan Rohana. Foto: HO/Freepik

BorneoFlash.com, LIFESTYLE – Psikolog Kasandra Putranto mengungkapkan bahwa fenomena “rojali/rohana”, yaitu kebiasaan datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk melihat-lihat atau bertanya tanpa membeli, muncul akibat dorongan psikologis yang kompleks.

 

Rojali yang memiliki penjelasan tentang rombongan jarang beli dan rohana yang mendeskripsikan rombongan hanya nanya.

 

Menurut Kasandra, banyak pengunjung mall datang tidak semata-mata untuk berbelanja, melainkan untuk memenuhi kebutuhan sosial dan aktualisasi diri, seperti berkumpul bersama teman, menyegarkan pikiran (refreshing), atau mencari ketenangan (healing). Ia menjelaskan bahwa perilaku tersebut sejalan dengan teori hierarki kebutuhan manusia yang mencakup kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.

 

Kasandra menyebut bahwa sebagian orang sengaja bersikap seolah-olah ingin membeli sesuatu demi membangun citra diri sebagai individu dengan daya beli. Mereka melakukan itu untuk tampil berkelas di hadapan pramuniaga, teman, bahkan di depan dirinya sendiri.

 

Ia juga menyoroti adanya mekanisme perlindungan harga diri. Saat seseorang menyadari dirinya tak mampu membeli suatu barang, namun tetap ingin tampil mampu, maka ia cenderung berpura-pura tertarik. Sikap itu, kata Kasandra, muncul untuk meredam rasa malu, kecewa, atau rendah diri di lingkungan yang konsumtif.

 

Kasandra menambahkan bahwa persepsi terhadap kendali dan norma sosial turut mempengaruhi keputusan akhir konsumen. Ketika seseorang merasa harga terlalu mahal atau ragu terhadap manfaat barang, niat beli yang awalnya ada bisa langsung sirna.

 

Ia juga menjelaskan bahwa identitas sosial mendorong sebagian orang untuk mendatangi tempat-tempat elite atau tren terkini, meski tanpa bertransaksi. Aksi ini sering kali bertujuan untuk membuktikan eksistensi dalam kelompok sosial tertentu atau demi memperoleh konten media sosial dan validasi online.

Baca Juga :  Download Panduan Lengkap Rundown Acara: Merancang Event Mengesankan

 

Melalui aktivitas melihat-lihat atau masuk ke toko tertentu, individu merasa sudah mendapatkan nilai simbolik, meskipun tidak ada transaksi pembelian yang terjadi.

 

Kasandra mengingatkan bahwa budaya juga turut membentuk perilaku ini. Dalam budaya Indonesia yang menjunjung tinggi kesopanan, seseorang kadang merasa perlu menghargai tenaga penjual dengan berpura-pura tertarik, meski tidak berniat membeli.

 

Terakhir, Kasandra menekankan bahwa kebiasaan bertanya atau sekedar melihat-lihat bisa menjadi bagian dari proses pencarian informasi sebelum membeli, yang tergolong wajar. Ia menyebut banyak konsumen memang melakukan window shopping terlebih dahulu sebelum akhirnya membuat keputusan pembelian. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.