Tahun ini, sebanyak Rp24 miliar kembali dialokasikan khusus untuk kegiatan normalisasi sungai di beberapa titik rawan genangan.
“Pemprov menunjukkan keseriusannya. Sejak 2019, kami telah mengalokasikan ratusan miliar rupiah untuk mendukung program penanggulangan banjir di Kota Samarinda,”terangnya.
Salah satu bentuk kolaborasi konkret adalah ditandatanganinya perjanjian kerja sama antara Pemprov Kaltim, BWS Kalimantan IV, dan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda. Dalam kesepakatan tersebut, masing-masing pihak memegang peran yang berbeda namun saling melengkapi.
Pemkot mengurusi aspek sosial dan pembebasan lahan, Pemprov bertugas menormalisasi sungai, sementara BWS menangani pembangunan turap dan struktur teknis lainnya.
Meski progres terus menunjukkan perbaikan, Firnanda mengakui masih ada hambatan yang dihadapi di lapangan.
Beberapa wilayah padat penduduk sulit ditangani secara maksimal akibat kendala sosial dan keterbatasan lahan, seperti yang terjadi di kawasan Juanda yang kerap terdampak luapan Sungai Karang Asam Kecil.
“Jika dilihat dari perkembangan beberapa tahun terakhir, genangan air kini cenderung lebih cepat surut. Dulu, banjir bisa bertahan selama beberapa hari. Saat ini, dalam hitungan jam sudah mulai surut,”jelasnya.
Firnanda juga mengingatkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Ia menilai, banjir bukan semata disebabkan oleh buruknya sistem drainase, melainkan juga akibat alih fungsi lahan yang tak terkendali dan minimnya kesadaran warga dalam menjaga pola tata air yang baik.
Ke depan, Pemprov Kaltim berkomitmen terus memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat dan daerah agar penanganan banjir dapat dilakukan secara komprehensif, berkelanjutan, dan menyentuh akar persoalan. (*)