Pemkot mengungkap adanya modus pengisian berulang dengan kendaraan yang telah dimodifikasi tangki bahan bakarnya, meski sistem barcode telah diberlakukan.
Celah ini memungkinkan praktik pengetapan BBM masih terjadi di lapangan.
“Data kendaraan sudah kami kantongi, termasuk SPBU mana saja yang rawan. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan secara teknis,”jelasnya.
Saat ini, baru dua SPBU milik anak perusahaan Pertamina yang dilengkapi CCTV dan sistem pemantauan yang dapat diakses publik.
Sebanyak 28 SPBU lainnya belum memiliki fasilitas serupa.
Pemkot tengah mengkaji kemungkinan untuk membantu pengadaan alat tersebut, bergantung pada tingkat biaya yang diperlukan.
Sebagai bagian dari solusi jangka menengah, Andi Harun juga mempertimbangkan pembangunan SPBU khusus untuk kendaraan operasional pemerintah.
Gagasan ini dimaksudkan untuk mengurangi beban antrean di SPBU umum serta menjamin kelancaran operasional instansi pemerintah.
“Kendaraan dinas tidak harus ikut antre dengan masyarakat umum. Jika kita punya SPBU sendiri, distribusinya bisa lebih efisien,”pungkasnya.
Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas pasokan BBM di Samarinda serta memastikan pelayanan publik tetap berjalan optimal di tengah meningkatnya kebutuhan energi masyarakat. (*)