Hingga saat ini, tujuh orang telah menerima SAR, sementara ribuan lainnya cukup dengan VAR sebagai penanganan awal.
“Serum ini diberikan sebagai bentuk perlindungan tambahan, terutama bagi mereka yang tergigit oleh hewan yang dicurigai kuat terinfeksi rabies,”sambungnya.
Meski jumlah kasus gigitan tinggi, Dinkes Kaltim mencatat hanya satu hewan yang telah terkonfirmasi positif rabies sejauh ini.
Temuan tersebut menjadi dasar evaluasi dan pemetaan risiko yang lebih cermat ke depannya.
Namun, yang patut disyukuri adalah belum adanya laporan kasus kematian akibat rabies di wilayah Kalimantan Timur hingga saat ini.
“Hal ini menunjukkan bahwa strategi pencegahan dan penanganan yang kami jalankan berjalan cukup efektif,”tegas Jaya.
Dalam pemetaan wilayah, Balikpapan menempati posisi tertinggi sebagai daerah dengan kasus GHPR terbanyak. Kota ini mencatat 361 kasus, melampaui daerah lain di provinsi tersebut.
Samarinda menyusul dengan 225 kasus, disusul Kutai Barat (164 kasus) dan Kutai Timur (152 kasus).
Data ini menunjukkan perlunya perhatian khusus di kota-kota besar yang padat penduduk dan hewan peliharaan.
“Jumlah yang tinggi di Balikpapan harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi masyarakat serta memperluas cakupan upaya pencegahan,”tambah Jaya.
Terkait jenis hewan yang menjadi penular, anjing tercatat sebagai penyumbang terbanyak kasus gigitan rabies, yakni sebanyak 705 kasus.