Pendidikan Karakter atau Trauma? Kritik Terhadap Kebijakan Barak Militer untuk Anak Nakal

oleh -
Penulis: Wahyuddin Nurhidayat
Editor: Ardiansyah
Siswa SMA Peserta Pendidikan Karakter di Barak Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi. (Foto: Whisnu Pradana)
Siswa SMA Peserta Pendidikan Karakter di Barak Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi. (Foto: Whisnu Pradana)

BorneoFlash.com, SURABAYA – Beberapa waktu terakhir, kebijakan mengirim anak nakal ke barak TNI untuk pendidikan karakter menjadi perhatian publik.

 

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Bupati Cianjur Mohamad Wahyu Ferdian, Bupati Purwakarta Saepul Bahri Binzein, dan Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie menerapkan kebijakan ini.

 

Di Jawa Barat, kebijakan ini sudah dilaksanakan beberapa hari. Dedi Mulyadi menyatakan banyak siswa yang menunjukkan perubahan positif, seperti berhenti merokok dan minum alkohol.

 

Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari akademisi, salah satunya Radius Setiyawan, dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya. Radius menilai kebijakan ini tidak sesuai dengan paradigma pendidikan dan bisa merugikan perkembangan anak.

 

“Mengirim anak nakal ke barak militer bukan solusi tepat,” kata Radius. Ia menjelaskan bahwa barak militer berbeda dengan lembaga pendidikan. Di barak, tentara dilatih dengan disiplin keras yang bisa menciptakan trauma bagi anak-anak. “Pendidikan anak seharusnya tidak disamakan dengan pendidikan militer,” tambahnya.

 

Radius mengusulkan untuk memperbaiki kualitas sekolah jika tujuan utamanya adalah menghasilkan siswa berkarakter baik. Ia juga menekankan pentingnya pendekatan yang berbasis psikologi perkembangan anak, bukan metode instan yang justru bisa memperburuk kondisi mereka.

 

Radius menyarankan pemerintah memperkuat peran sekolah, keluarga, dan komunitas dalam menangani kenakalan remaja, daripada mengadopsi disiplin ala militer. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.