Terlebih dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, kesenjangan kualitas pendidikan akan semakin terbuka. Kalau masalah ini tidak segera diatasi dalam jangka panjang akan berdampak terhadap kesenjangan sosial. Pada akhirnya melahirkan benih-benih persoalan yang kompleks di bidang politik dan ekonomi.
Mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa sekolah itu tidak sekadar tahapan untuk menuju dunia kerja menjadi salah satu agenda maka dunia pendidikan yang harus segera dilakukan sehingga masyarakat pun bisa memahami secara ‘holistik’ untuk apa pendidikan itu dilahirkan.
Agenda semacam ini akan bisa dijalankan secara baik kalau masing-masing intuisi pendidikan bertindak secara fair bagaimana proses penerimaan murid baru tidak lagi memakai slogan yang menyesatkan.
Mempertahankan sekolah yang kapitalistik sama saja menggerogoti minat dan motivasi masyarakat untuk turut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan menurut Paulo Freire adalah membebaskan manusia dari penindasan dan membangkitkan kesadaran kritis agar mereka mampu memahami realitas sosial, politik, dan ekonomi yang menindas, lalu bertindak untuk mengubahnya.
Freire menentang pendidikan yang bersifat “banking”—di mana guru hanya mentransfer pengetahuan kepada siswa yang dianggap pasif. Sebaliknya, ia mengusulkan pendidikan sebagai proses dialogis, di mana guru dan siswa saling belajar dan tumbuh Bersama.
Jadi secara keseluruhan Pendidikan adalah alat perubahan sosial dan pembebasan manusia dari penindasan dalam berbagai bentuk. Manusia selalu dalam proses belajar, berkembang dan bertransformasi.
Pendidikan membantu manusia mewujudkan proses menjadi manusia yang utuh dan berkesadaran. Pendidikan di sekolah menempatkan status Guru dan murid memiliki peranan yang setara yaitu sebagai subyek dari Pendidikan. (*)
*Oleh
Penulis : Agus Priyono Marzuki S.Pd
Profesi : Guru
No Whatsapp : 085792185490
Email : agus16priyono.marzuki@gmail.com