Harga Kelapa Batok Melonjak, Pedagang di Bontang Menjerit

oleh -
Editor: Ardiansyah
Tamsiah, salah satu pedagang kelapa parut di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Kelurahan Tanjung Laut Indah. Foto: BorneoFlash/Ist
Tamsiah, salah satu pedagang kelapa parut di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Kelurahan Tanjung Laut Indah. Foto: BorneoFlash/Ist

BorneoFlash.com, BONTANG – Lonjakan harga kelapa batok membuat para pedagang tradisional di Kota Bontang dilanda kecemasan. Kenaikan harga ini tidak hanya menambah beban biaya operasional, tetapi juga bertolak belakang dengan melemahnya daya beli masyarakat.

 

Tamsiah, pedagang kelapa parut di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Kelurahan Tanjung Laut Indah, mengaku harga kelapa batok kini menembus Rp 11 ribu per butir. Kondisi ini memaksanya menaikkan harga jual ke konsumen.

 

“Sekarang saya jual Rp 15 ribu sampai Rp 18 ribu per butir setelah diparut, tergantung ukuran. Kalau santan cair, harganya Rp 50 ribu per kilogram,” ujarnya saat ditemui, Selasa (22/4/2025).

 

Kelapa batok yang dijual Tamsiah dipasok dari Desa Santan Ilir dan Santan Tengah, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara. Namun, sejak dua tahun terakhir, harga terus merangkak naik, bahkan sempat menyentuh Rp 12 ribu per butir saat Ramadan lalu.

 

Menurut Tamsiah, kelangkaan bahan baku menjadi penyebab utama. Wilayah Kalimantan Timur yang sebelumnya menjadi pemasok utama kelapa, kini mulai kesulitan memenuhi kebutuhan lokal.

 

“Susah sekarang dapat kelapa dari dekat. Kadang barang datang terlambat, kadang tidak ada sama sekali,” ungkapnya.

 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan drastis produksi kelapa di Kalimantan Timur. Pada 2008, produksi mencapai 20.382 ton, namun pada 2023 anjlok menjadi hanya 7.843 ton. Akibatnya, sebagian besar pasokan kelapa di Kaltim, termasuk untuk pasar-pasar tradisional di Bontang, kini harus didatangkan dari Sulawesi melalui jalur laut dan masuk lewat Pelabuhan Samarinda.

 

Situasi ini semakin berat dengan menurunnya daya beli masyarakat. Tamsiah mengaku pendapatannya kian menurun seiring berkurangnya jumlah pembeli.

Baca Juga :  Kapolres Bontang Pimpin Sertijab Wakapolres dan Kapolsek Bontang Barat

 

“Turun sekali. Dulu pagi-pagi bisa dapat Rp 200 ribu. Sekarang jual 100 butir dari pagi sampai sore belum tentu habis. Cari uang Rp 100 ribu saja susah,” keluhnya.

 

Sudah sejak 1994 Tamsiah berjualan kelapa parut. Namun, ia mengaku kondisi saat ini adalah yang terberat sepanjang perjalanan usahanya. Bahkan, ia sempat berhenti berjualan karena tidak ada pasokan kelapa yang masuk.

 

“Sempat kosong, tidak ada kelapa datang. Kalau sudah begitu, cuma bisa duduk di rumah. Tidak tahu harus jual apa,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.