BorneoFlash.com, JAKARTA – Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal lonjakan utang pemerintah di awal tahun anggaran terlalu berlebihan.
Ia meragukan klaim strategi front loading yang disampaikan Sri Mulyani dan menilai pemerintah sebenarnya sudah mulai berutang sejak akhir tahun lalu untuk dicatat dalam APBN 2025.
“Pemerintah seharusnya jujur mengakui sedang mengalami kesulitan arus kas, sehingga terpaksa berutang lebih awal,” kata Awalil kepada Tempo, Kamis, 10 April 2025.
Menurutnya, mengambil utang lebih awal wajar saat kas negara tertekan. Namun, ia mengkritik sikap Sri Mulyani yang justru menyangkal kondisi tersebut dan menyebut semuanya berjalan sesuai rencana.
Ia menambahkan bahwa investor bisa membaca kondisi fiskal pemerintah. Akibatnya, pemerintah berisiko kesulitan menarik utang baru atau harus menawarkan yield tinggi yang justru menambah beban bunga.
Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan pembiayaan anggaran hingga Maret 2025 sudah mencapai Rp250 triliun (40,6% dari target APBN). Pembiayaan utang tercatat Rp270,4 triliun (34,8% dari target), dengan penerbitan SBN sebesar Rp282,6 triliun (44%). Sementara pembiayaan non-utang hanya Rp20,4 triliun.
Sri Mulyani mengakui lonjakan utang di awal tahun, tetapi menyebut hal itu sebagai strategi front loading untuk mengantisipasi ketidakpastian pasar global akibat kebijakan Presiden AS, Donald Trump.
“Front loading ini bukan karena kita tidak punya uang. Ini strategi untuk menghindari lonjakan biaya utang,” ujarnya dalam Sarasehan Ekonomi, Selasa, 8 April 2025. (*)