Headline E-Paper BorneoFlash Edisi Senin 24 Maret 2025: Sejarah Dwifungsi ABRI Mencuat, Ramai Dibahas Menyusul Rapat RUU TNI

oleh -
Penulis: Redaksi
Editor: Ardiansyah
Headline E-Paper BorneoFlash.com Edisi Senin 24 Maret 2025.
Headline E-Paper BorneoFlash.com Edisi Senin 24 Maret 2025.

Dalam praktiknya pada masa Orde Baru, dwifungsi ABRI memperoleh legitimasi hukum dan konstitusional, di mana TNI/Polri mendapatkan kursi di DPR dan MPR tanpa melalui pemilihan umum. Hal ini menimbulkan kritik karena dinilai bertentangan dengan prinsip demokrasi.

 

Tentangan terhadap Dwifungsi ABRI

Pada era Orde Baru, konsep dwifungsi ABRI menghadapi banyak tentangan dari masyarakat sipil, akademisi, hingga internal militer sendiri. Salah satu kritik tajam datang dari Seskoad Paper pada 1977, yang mendesak ABRI untuk tidak berpihak dalam pemilihan umum dan tetap berdiri di atas semua golongan.

 

Kritik semakin menguat dari kalangan mahasiswa, terutama antara 1974 hingga 1978, akibat keberpihakan ABRI kepada Golkar. Pada 1978, mahasiswa di Jakarta dan Bandung melancarkan aksi dengan slogan “Kembalikan ABRI kepada Rakyat,” mengkritik bahwa ABRI telah menjadi alat kekuasaan Soeharto.

 

Gerakan mahasiswa terus berlanjut hingga reformasi 1998. Pada 20 Mei 1998, mahasiswa Universitas Gadjah Mada menyerukan tuntutan agar Soeharto mundur serta mendesak penghapusan dwifungsi ABRI. Kongres Mahasiswa Indonesia 1999 pun menegaskan bahwa reformasi politik harus mencakup diakhirinya peran ganda ABRI dalam pemerintahan.

 

Pro dan Kontra Pembahasan RUU TNI

Pembahasan RUU TNI saat ini menimbulkan kekhawatiran publik akan potensi kebangkitan kembali dwifungsi ABRI. Sejumlah kalangan menilai bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil harus dibatasi untuk menjaga prinsip supremasi sipil dan demokrasi.

 

Di sisi lain, ada pula yang berpendapat bahwa TNI tetap perlu memiliki peran tertentu dalam sektor strategis guna menjaga stabilitas nasional.

 

Saat ini, desakan untuk membuka kembali pembahasan RUU TNI ke publik terus menguat. Transparansi dalam perumusan kebijakan di sektor pertahanan menjadi tuntutan utama berbagai elemen masyarakat guna memastikan bahwa prinsip demokrasi tetap terjaga. (*)

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.