BorneoFlash.com, SAMARINDA – Bupati Mahakam Ulu (Mahulu) Bonifasius Belawan Geh membuka kegiatan Forum Group Discussion (FGD) tentang Penetapan Daftar Risiko Kabupaten Mahulu TA 2024 dan Pengembangan Inovasi atas Tema Penilaian Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Terintegrasi (SPIP-T).
FGD tersebut bertempat di Aula Lantai 2 Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) , Jalan MT Haryono, Samarinda, Kamis (25/07/2024).
Kegiatan yang difasilitasi Inspektorat Mahulu ini dihadiri Kepala Kantor BPKP Perwakilan Kaltim Felix Joni Darjoko, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kesejahteraan Rakyat Mahulu Dodit Agus Riyono dan Inspektur Inspektorat Mahulu Budi Gunarso.
Dalam sambutannya, Bupati Bonifasius menegaskan bahwa pelaksanaan SPIP-T telah di dukung oleh kebijakan atau Peraturan Daerah (Perda), termasuk Surat Edaran nomor 700.01/D1BDA4B3/INSPEKTORAT.TU/I/2024 dan Peraturan Bupati Mahakam Ulu Nomor 19 tahun 2022 tentang Pengelolaan Risiko di Lingkungan Pemerintah Daerah.
“Pemkab Mahulu telah berupaya mewujudkan dan meningkatkan perbaikan serta pengendalian melalui langkah-langkah nyata serta penerapan pengendalian intern di lingkungan Pemkab Mahulu,” ucap Bupati.
Bupati Bonifasius juga menjelaskan bahwa Pemkab Mahulu menyediakan pelatihan dan pendidikan berkala bagi pegawai pemerintah daerah tentang SPIP dan manajemen risiko.
Selain itu, Pemkab membentuk tim kerja dan menjalin kerjasama dengan BPKP untuk mendapatkan bimbingan dan supervisi dalam pelaksanaan SPIP.
“Hal ini dilakukan untuk mewujudkan niat ‘Pejii Kenaap’, yang dalam bahasa Dayak Bahau berarti ‘Satu Niat, Satu Hati, Satu Upaya’, guna mencapai level 3 maturitas SPIP dalam membangun Mahakam Ulu untuk kesejahteraan dan keadilan bagi semua,” kata Bupati.
Untuk mencapai level 3 Maturitas SPIP, Bupati menekankan tiga hal penting. Pertama, seluruh unit kerja harus konsisten melaksanakan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan, mencakup semua aspek seperti pengelolaan risiko, kegiatan operasional, pelaporan, dan kepatuhan.
“Identifikasi, analisis, dan penilaian risiko harus dilakukan secara sistematis dan terdokumentasi sebelum merencanakan anggaran dan membuat anggaran belanja,” kata Bupati.
Kedua, terkait penilaian Indeks Efektivitas Pengendalian Korupsi (IEPK), Bupati mencatat masih adanya kekurangan dari hasil evaluasi sebelumnya.
“Kita belum memiliki produk hukum terkait anti korupsi atau pencegahan kecurangan. Selama ini, yang telah dilakukan masih berupa sosialisasi anti korupsi di lingkungan Pemda. Untuk itu, saya menginstruksikan Inspektorat segera membuat produk hukum tersebut,” tegasnya.
Terakhir, Bupati menghimbau setiap Kepala OPD untuk terlibat aktif dalam proses pengelolaan risiko dan pengendalian intern.
“Komitmen saya sebagai pimpinan daerah mengenai anggaran akan sia-sia jika pada level teknis tidak mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMD. Mari kita bekerja keras dan bersinergi untuk mencapai level 3 Maturitas SPIP dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik,” imbau Bupati. (Adv/*Prokopim Mahulu)