Sementara itu, Direktur Pengelolaan Aset Piutang Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU-PIP) Zeki Arifudin mengungkapkan, adanya tantangan dalam pelaksanaan program pembiayaan untuk membantu masyarakat bawah dalam akses permodalan.
Tantangan pertama yakni mencari lembaga keuangan bukan bank yang benar-benar sehat dari manajemennya maupun sehat dari aspek keuangan.
“Bagaimanapun kita mendapatkan amanah dananya dari APBN, kemudian kita salurkan sehingga kita harus mencari Lembaga yang betul-betul sehat,” ucap Zeki Arifuddin.
Kedua, dalam segi industri. Pasalnya, banyak sekali industri permodalan, sehingga muncul persaingan. “Tantangannya bagaimana rekan-rekan yang melakukan pinjaman bisa terlindungi, dengan cara memberi edukasi terkait dengan pembiayaan,” imbuhnya.
Perlunya edukasi bahwa pembiayaan UMi berbeda dengan bantuan sosial karena sifatnya dana bergulir, sehingga harus kembali untuk digulirkan pada yang lain. Pasalnya, selama ini banyak program pemerintah yang bersifat bantuan.
Namun, peran UMi bukan hanya menyalurkan pembiayaan melainkan pemberdayaan pelaku usaha ultra mikro. Seperti pelatihan dan pendampingan branding, packaging dan online marketing.
“Pelatihan dan pendampingan pada aspek perizinan, pembukuan, kualitas produk, dan kapasitas produksi,” urainya.
Sejauh ini angka realisasi untuk penyaluran provinsi Kaltim tersebut selama dua tahun mulai tahun 2020 hingga 2021. Yakni, jumlah yang menerima pembiayaan sebanyak 28.722 debitur dengan dana yang disalurkan sebesar Rp115 miliar lebih. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan Utara, total penyaluran dua tahun terakhir sebesar Rp 7,2 miliar lebih dengan 2.252 debitur.
Zeki menambahkan, perdagangan eceran adalah sektor usaha yang menjadi mayoritas dalam penyaluran pembiayaan. Kemudian sektor pertanian, perikanan dan perkebunan, sektor jasa dan industri pengolahan.
(BorneoFlash.com/Niken)