Namun demikian lanjut Henderman Supanji, yang menjadi masalah serius saat ini adalah semua perusahaan tersebut belum mengurus izin angkutan. Padahal sangat penting, karena berkaitan dengan pembagian kewenangan kelas jalan antara jalan Nasional, Provinsi maupun Kabupaten yang dilintasi saat mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) dan CPO Sawit.
Selain itu, izin angkutan tersebut juga menentukan proses pembinaan termasuk tindakan yang akan diambil Pemerintah ketika terjadi pelanggaran di lapangan, salah satunya mengenai kapasitas angkut yang berlebihan hingga menyebabkan kerusakan jalan.
“Nah yang jadi persoalannya sekarang, masyarakat yang ada di Kutai Barat ini tahu bahwa, semua yang ada di dalam kabupaten, termasuk jalan, menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten. Jadi, kalau jalan rusak, hancur, yang diserang Pemerintah Kabupaten.
Tidak memperbaiki jalan, tidak peduli dan lain sebagainya. Bukan Pemerintah tidak peduli, tapi ini terkait dengan kewenangan masing-masing.
Nah, itu tinggal melihat jalan mana yang dilintasi angkutan TBS dan CPO tersebut”ungkap Henderman
“Saya pikir Dinas Teknis Lah yang paling mengetahui itu, kalau kewenangan kami hanya pelayanan administratif saja. Tapi sejauh data yang kami miliki, sampai saat ini, belum ada perusahaan sawit yang mengurus Izin Sawit di Kami, berdasarkan data yang ada,”pungkasnya.
Henderman juga menghimbau seluruh perusahaan Perkebunan Sawit yang beroperasi di Kutai Barat, agar segera memenuhi kewajiban, setidaknya menjalankan program CSR, bermitra dengan masyarakat di wilayah kerja masing-masing.
Minimal menyiapkan alat pemeliharaan jalan, di wilayah yang dilintasi, sehingga ketika terjadi kerusakan bisa segera dilakukan perbaikan, tanpa harus membebani Pemerintah Kabupaten yang saat ini sedang rasionalisasi anggaran besar-besaran lantaran pandemi covid-19.
(BorneoFlash.com /Lilis)