BorneoFlash.com, SAMARINDA – Sungai Mahakam dan Teluk Balikpapan merupakan dua lokasi di Kalimantan Timur yang menjadi habitat asli pesut.
Pesut yang mendiami Sungai Mahakam disebut pesut mahakam atau mamalia air tawar (Orcaella brevirotris). Penamaan mahakam pada pesut diambil dari nama sungai sebagai habitat satu-satunya Indonesia.
Sementara jenis pesut yang mendiami Teluk Balikpapan adalah pesut pesisir atau lumba-lumba irrawaddy. “Mereka (pesut) saudara dekat berdasarkan analisis DNA,” ungkap Peneliti Yayasan Konservasi Pesut, Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) Danielle Kreb kepada Kompas.com belum lama ini.
Temuan perbedaan kedua pesut tersebut berdasarkan hasil riset RASI pada 2015. Secara fisik keduanya nyaris sama yakni tubuh berbentuk seperti torpedo, punya kepala bulat dengan dahi tinggi, memiliki lubang nafas di atas tubuh belakang kepala, mempunyai gigi dan kelopak mata serta berlidah mirip manusia.
Bedanya hanya ruang hidup, habitat pesut pesisir hanya di daerah pesisir seperti Teluk Balikpapan, sedang pesut mahakam di sungai mahakam. Di perairan Teluk Balikpapan, kata Danielle, pesut pesisir merupakan penghuni tetap.
Jumlahnya diperkiraan 71 ekor diidentifikasi melalui foto sirip punggung pada 2015. Jumlah tersebut diprediksi terus berturun seiring ancaman yang terjadi di Teluk Balikpapan.
Selain pesut pesisir, RASI juga menemukan hewan mamalia lain seperti lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus), porpoise tanpa sirip belakang (Neophocaena phocaenoides) dan duyung (dugong-dugong) yang juga sebagai penghuni perairan Teluk Balikpapan. “Tapi populasi terbanyak pesut,” tuturnya.
Meski demikian ancaman bagi habitat pesut di kawasan teluk dengan luas perairan kira-kira 160 kilometer persegi dan lebar teluk sekitar 7 kilometer ini tiada henti.
Lalu lintas ponton batu bara dan kayu serta keberadaan kapal tanker minyak sangat mengganggu habitat pesut pesisir. Suara bising yang ditimbulkan dari aktivitas tersebut membuat pesut dan mamalia lainnya yang hidup di perairan teluk lari.
Ancaman serupa juga terjadi di Sungai Mahakam. Perairan dengan panjang 920 kilometer membelah daratan timur Pulau Kalimantan itu hanya tersisa 80-81 ekor pesut yang hidup. Jumlah tersebut terus menurun tiap tahunnya hingga kini terancam punah.
Padahal tahun 1976 jumlah pesut di Sungai Mahakam sempat mencapai ribuan ekor. Lalu lintas kapal-kapal bermesin pengangkut batu bara, kayu dan hasil perkebunan di Sungai Mahakam membuat pesut lari ke hulu Mahakam.
Kondisi tersebut diperparah dengan pencemaran limbah-limbah perusahaan. “Pesut tak tahan dengan suara bising dalam air (polusi suara). Ia akan terganggu dan menghindar,” tutur Danielle.
Hal tersebut karena suara dan pendengaran jadi alat komunikasi dan interaksi pesut dalam air. Jika terjadi polusi suara, maka komunikasi dan interaksinya pun terganggu. Ancaman Pesut di Dua Lokasi Ini Kedua lokasi ini masing-masing memiliki ancaman masing-masing namun umumnya kaitannya dengan aktivitas industri Teluk Balikpapan ramai lalu-lintas ponton batu bara dan kayu serta keberadaan kapal tanker minyak.
Suara bising yang timbul dari kegiatan tersebut membuat ikan dan pesut lari. “Belum lagi soal tumpahan minyak,” ungkap ungkap Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil (Kompak) Teluk Balikpapan, Fathul Huda Wiyashadi. Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada 31 Maret 2018 membuat satu ekor pesut mati.
Catatan Kompak, peristiwa tumpahan minyak di teluk sudah empat kali sejak 2004, 2009, 2014, dan yang terbesar pada Maret 2018.
Sementara ancaman di Sungai Mahakam bagi habitat pesut pun mirip di antaranya lalu lintas kapal tongkang batu bara, pencemaran logam berat serta limbah industri. Selain itu penggunaan rengge atau jaring penangkap ikan tradisional nelayan yang dibentang ke sungai pun jadi ancaman terbesar pesut.
Pesut sering terjaring masuk rengge dan mati. RASI mencatat tingkat kematian pesut terbesar di Sungai Mahakam karena rengge sebanyak 66 persen atau tertinggi dari penyebab lainnya.
Sumber : Kompas.com