BorneoFlash.com, OPINI – Komersialisasi pendidikan di Indonesia mengubah layanan publik menjadi komoditas untung, menyebabkan biaya sekolah melonjak dan akses terbatas bagi kelas ekonomi rendah.
Hal ini menimbulkan ketidakmerataan kualitas, di mana sekolah swasta unggul untuk meraup laba sementara sekolah negeri menurun karena kurang dana.
Akibatnya, pendidikan prioritas keuntungan daripada pembentukan karakter holistik, yang bertentangan dengan nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Komersialisasi menurunkan kualitas karena sekolah swasta fokus volume siswa dan biaya tinggi untuk profit, sementara akses terbatas bagi kelas bawah.
Kurikulum teoritis mendominasi demi efisiensi bisnis, kurang magang praktis dan keterampilan digital, menghasilkan lulusan tak siap kerja.
Pendidikan kehilangan nilai Pancasila sebagai pembentuk karakter bangsa, berubah jadi alat kapitalisme neoliberal yang eksklusif.
Pengangguran terdidik melonjak akibat mismatch kompetensi: BPS catat lulusan sarjana lebih tinggi penganggurannya daripada rendah, karena kurikulum tak selaras industri.
Pakar UGM seperti Himawan menambahkan, pertumbuhan lapangan kerja formal kalah cepat dengan wisudawan, perburuk educated unemployment. B.J. Habibie soroti dampaknya pada profesionalisme guru yang tertekan target profit.
Pakar lain seperti di Jurnal Equilibrium tekankan neoliberalisasi ubah pendidikan dari hak manusia jadi barang dagang, tingkatkan ketimpangan sosial. M. Zidane Pareva di Kumparan kritik praktik swasta yang prioritaskan untung, sebabkan kualitas rendah dan pengangguran massal lulusan.







