Kualitas pendidikan rendah di Indonesia menciptakan ketidakseimbangan dengan pengangguran terdidik yang tinggi, dimana lulusan berpendidikan tinggi justru sulit terserap kerja karena mismatch kompetensi dengan kebutuhan industri.
Penelitian di Jawa Barat tunjukkan hubungan positif antara rata-rata lama sekolah dan tingkat pengangguran terbuka, di mana peningkatan satu tahun sekolah naikkan pengangguran 3,704 persen akibat kurikulum teoritis yang tak relevan.
Hal ini perburuk educated unemployment, di mana BPS catat pengangguran sarjana lebih tinggi daripada lulusan rendah karena skill praktis minim.
Kurikulum pendidikan fokus kuantitas sertifikat daripada keterampilan kerja, seperti digital skills dan magang, sehingga lulusan tak kompetitif di pasar tenaga kerja dinamis.
Di Pulau Jawa, variabel seperti harapan masa sekolah dan melek huruf berpengaruh signifikan terhadap pengangguran, tapi partisipasi murni kurang efektif karena kualitas tak seimbang.
Komersialisasi pendidikan, merubah proses belajar jadi bisnis, abaikan pembentukan karakter Pancasila dan relevansi industri, tingkatkan friksional unemployment di kalangan terdidik.
Reformasi kurikulum wajib selaraskan dengan industri via vokasi kuat, magang wajib, dan sertifikasi kompetensi untuk kurangi mismatch. Pemerintah tingkatkan kualitas guru, sinergi pendidikan-dunia usaha, serta ekspor tenaga kerja terampil guna serap lulusan berlebih.
Pendekatan holistik integrasikan karakter education Pancasila agar lulusan tak hanya skilled tapi juga beretika kerja, pulihkan keseimbangan kualitas-employability. (*)
Nama Penulis: Agus Priyono Marzuki S.Pd
Profesi: Guru
No WhatsApp: 085792185490
Email: agus16priyono.marzuki@gmail.com







