Salah satu isu utama yang menjadi fokus perjuangan Forum Aksi Kaltim adalah penolakan terhadap kebijakan pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH).
Menurut mereka, kebijakan tersebut tidak adil karena justru merugikan daerah yang menjadi penyumbang besar bagi pendapatan negara.
Vendy menegaskan bahwa Kaltim merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar kedua di Indonesia, terutama dari sektor pertambangan.
Berdasarkan data tahun 2024, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim yang disetorkan ke pemerintah pusat mencapai sekitar Rp80 triliun.
“Angka itu menunjukkan besarnya kontribusi Kaltim terhadap ekonomi nasional. Karena itu, tidak sepatutnya daerah penghasil justru dirugikan oleh kebijakan yang memotong haknya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti kondisi paradoksal antara kekayaan alam Kaltim dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
Sebagai wilayah yang kini menjadi lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN) dan berbatasan langsung dengan negara tetangga, Vendy menilai Kaltim seharusnya tampil sebagai contoh kemakmuran daerah.
“Provinsi yang kaya sumber daya seperti Kaltim seharusnya menjadi simbol kemajuan, bukan justru diwarnai dengan tingginya angka kemiskinan,” ujarnya.
Forum Aksi Kaltim memberikan tenggat waktu selama tujuh hari kepada DPRD Kaltim untuk menyampaikan hasil rapat dan rekomendasi resmi kepada pemerintah pusat.







