Langkah ini penting untuk menyesuaikan penegakan hukum dengan karakteristik kasus di pasar digital yang sering kali bersifat nonkonvensional.
Isu mendesak lain yang perlu menjadi prioritas adalah pengaturan aspek kesekretariatan, kepegawaian, maupun mekanisme penegakan hukum, agar posisi KPPU sebagai lembaga independen di bawah rumpun eksekutif memiliki struktur birokrasi yang akuntabel dan efektif.
Khususnya melalui pemisahan fungsi yang jelas antara organ administratif dan organ fungsional. Serta pentingnya keberadaan kantor perwakilan di tingkat provinsi sebagai bentuk nyata dari desentralisasi dan dekonsentrasi dalam pelayanan publik.
Dengan demikian, penegakan hukum persaingan usaha dapat dilakukan secara lebih merata, responsif, dan sesuai dengan dinamika ekonomi daerah.
Dalam kesempatan yang sama, KPPU menegaskan bahwa amandemen ini tidak hanya soal regulasi, tetapi juga arah besar kebijakan ekonomi nasional. “Pertumbuhan ekonomi modern tidak bisa lagi hanya mengandalkan akumulasi modal dan tenaga kerja.
Daya saing bangsa ditentukan oleh kemampuan berinovasi dalam sistem ekonomi yang kompetitif dan terbuka,” kata Ifan, sapaan Ketua KPPU, mengutip gagasan dari pemenang Nobel Ekonomi 2025, Joel Mokyr, Philippe Aghion, dan Peter Howitt yang menghubungkan antara inovasi, persaingan, dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan reformasi hukum yang tepat, KPPU yakin amandemen ini akan memperkuat keadilan ekonomi, membuka ruang bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk naik kelas, serta menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan.
“Pembaruan UU ini bukan semata kepentingan kelembagaan, melainkan kebutuhan nasional agar Indonesia siap menghadapi tantangan ekonomi digital global,” tutupnya. (*)





