Sekolah Tempat Mencari Ilmu, Bukan Sekadar Mencari Nilai

oleh -
Editor: Ardiansyah
Ilustrasi by Freepik.
Ilustrasi by Freepik.

BorneoFlash.com, OPINI – Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang sejatinya berfungsi sebagai tempat untuk mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan. Namun dalam praktiknya, banyak siswa, bahkan orang tua dan guru, yang memandang sekolah lebih sebagai tempat untuk mengejar nilai. Persepsi ini perlahan tapi pasti menggeser tujuan utama pendidikan dari pengembangan potensi dan pemahaman menjadi sekadar perlombaan angka.

 

Nilai memang penting dalam dunia pendidikan. Ia menjadi salah satu alat untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Namun, ketika nilai dijadikan satu-satunya indikator keberhasilan, maka proses belajar kehilangan maknanya. Siswa lebih fokus pada hasil akhir daripada proses. Mereka menghafal bukan karena ingin tahu, tetapi karena ingin lulus ujian. Mereka mengerjakan tugas bukan untuk belajar, tapi agar nilainya tidak turun. Bahkan tidak sedikit yang menyontek saat ujian karena tekanan untuk mendapat nilai sempurna.

 

Di sisi lain, sistem pendidikan yang terlalu menekankan pada ujian dan angka juga turut memperkuat budaya ini. Guru sering kali dinilai berdasarkan nilai ujian siswa, sehingga lebih memilih metode pengajaran yang menargetkan kemampuan menjawab soal, bukan kemampuan berpikir kritis atau analitis. Sekolah pun berlomba-lomba meningkatkan “citra” akademik mereka dengan menampilkan siswa-siswa berprestasi secara angka, tanpa mempertimbangkan apakah siswa-siswa tersebut benar-benar memahami ilmu yang diajarkan.

 

Padahal, ilmu pengetahuan adalah bekal utama untuk menghadapi dunia yang terus berkembang. Nilai tinggi bisa menjadi pintu masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tetapi pemahaman dan keterampilanlah yang akan menentukan keberhasilan seseorang dalam jangka panjang. Dunia kerja, misalnya, tidak hanya membutuhkan orang yang pandai mengerjakan soal, tapi juga yang mampu bekerja sama, memecahkan masalah, dan terus belajar.

 

Baca Juga :  Zodiak Harian Selasa 1 September 2020

Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengubah cara pandang terhadap pendidikan. Sekolah harus kembali ke tujuan awalnya: membentuk manusia yang berpikir, bukan sekadar pengumpul angka. Siswa harus diajarkan untuk belajar karena rasa ingin tahu, bukan karena takut nilainya jelek. Guru harus lebih banyak memberi ruang diskusi, eksplorasi, dan eksperimen. Dan orang tua perlu mendukung anak-anaknya untuk menjadi pembelajar seumur hidup, bukan hanya juara kelas.

 

Pendidikan bukan perlombaan yang hanya dimenangkan oleh mereka yang mendapat nilai sempurna. Pendidikan adalah proses panjang untuk menciptakan manusia yang cerdas, bijak, dan berkarakter. Nilai bisa dilupakan, tetapi ilmu yang dipahami dan diterapkan akan melekat seumur hidup.

 

Sekolah seharusnya menjadi tempat di mana ilmu pengetahuan dan karakter ditanamkan. Sayangnya, kini sekolah lebih sering dianggap sebagai tempat mengejar nilai semata. Anak-anak belajar bukan karena ingin tahu, tapi karena takut nilai jelek. Mereka datang ke sekolah bukan untuk berdiskusi dan berpikir kritis, tapi untuk memenuhi target angka di rapor. Kenapa hal ini bisa terjadi? Salah satu faktor penting yang sering diabaikan adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap esensi pendidikan yang sebenarnya.

 

Pemerintah sering kali terjebak dalam logika angka. Keberhasilan pendidikan dinilai dari seberapa tinggi rata-rata nilai ujian nasional, seberapa banyak siswa yang lulus, dan seberapa banyak sekolah yang masuk kategori “unggulan.” Ukuran-ukuran tersebut mendorong sekolah untuk mencetak nilai tinggi, bukan mencetak pemikir dan pembelajar sejati. Kurikulum yang padat, orientasi pada ujian, serta minimnya pelatihan guru untuk metode pembelajaran yang mendalam, semuanya menjadi bukti nyata bahwa pemerintah masih belum menjadikan pendidikan sebagai proses pemanusiaan.

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.