BorneoFlash.com,BALIKPAPAN – Peraturan Daerah (Perda) Disabilitas menjadi salah satu aspirasi yang disampaikan Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kota Balikpapan, pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan.
Perda Disabilitas menjadi harapan sejumlah elemen masyarakat khususnya kelompok buruh dan komunitas penyandang disabilitas, agar mempunyai payung khusus dalam bentuk aturan.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Balikpapan, Andi Arif Agung, mengatakan Bapemperda masih menunggu inisiatif dari Komisi IV untuk mengusulkan rancangan peraturan daerah ini, supaya masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) tahun 2025.
“Usulan tersebut belum ada. Kami masih menunggu,” katanya kepada media, pada Jumat (9/5/2025).
Perda Disabilitas sebenarnya bukan hal baru, tahun lalu serikat buruh Balikpapan ini telah menyuarakan perlunya peraturan khusus yang melindungi hak-hak penyandang disabilitas, terutama dalam konteks ketenagakerjaan.
Usulan tersebut disampaikan melalui Komisi IV DPRD yang membidangi kesejahteraan rakyat. Hanya saja hingga kini belum ada tindak lanjut konkret dari pihak pengusul dalam bentuk naskah akademik atau draf awal yang bisa dibahas bersama Bapemperda.
Legislator dari Partai Golkar menerangkan jika setiap usulan pembentukan perda harus melewati proses kajian yang ketat. Bapemperda pasti akan kaji terlebih dulu, mulai dari urgensinya, substansinya, hingga potensi tumpang tindih dengan regulasi yang sudah ada.
A3 sapaan karib Andi Arif Agung mengatakan jika ada kemungkinan ubstansi yang diusulkan pada Perda Disabilitas beririsan erat dengan Perda Ketenagakerjaan yang sudah lebih dulu disahkan oleh DPRD Balikpapan.
Jika hal ini terjadi, langkah pertama yang akan dilakukan Bapemperda adalah mengevaluasi apakah perlindungan terhadap tenaga kerja penyandang disabilitas sudah termuat di dalam regulasi tersebut. Kalau memang isinya sudah ada di Perda Ketenagakerjaan, tentu tidak perlu ada perda baru. “Apabila belum diatur secara khusus, bisa saja opsi revisi perda menjadi langkah yang lebih efisien,” katanya.
Menurut A3, langkah revisi dipandang lebih tepat untuk menghindari tumpang tindih regulasi yang dapat membingungkan dalam implementasi di lapangan. Revisi perda dianggap lebih cepat dibanding proses pembentukan perda baru.
“DPRD pada dasarnya terbuka terhadap semua bentuk aspirasi masyarakat. Setiap usulan harus mengikuti mekanisme yang berlaku. Termasuk adanya inisiatif resmi dari komisi terkait. Kalau Komisi IV sudah mengajukan inisiatif dan menyertakan kajian serta kebutuhan yang jelas, kami di Bapemperda tentu akan memprosesnya sesuai aturan,” jelas A3.
Jika inisiatif segera diajukan Komisi IV, maka pembahasan bisa dimulai lebih awal dan kemungkinan masuk dalam Propemperda Perubahan 2025 atau Propemperda 2026.
Beberapa organisasi disabilitas dan serikat pekerja menyuarakan pentingnya perlindungan hukum yang lebih spesifik bagi penyandang disabilitas, khususnya dalam akses kerja, pendidikan, layanan publik, dan infrastruktur.
Dukungan terhadap perda ini, sebenarnya sudah mulai mencuat di kalangan masyarakat sipil sejak tahun lalu. Akan tetapi, jika tanpa dukungan politik dan dorongan legislasi yang konkret dari DPRD, wacana tersebut masih menggantung.
Padahal bagi para penyandang disabilitas, hal ini sangat penting karena perda ini tidak hanya melindungi soal hak, tetapi juga soal pengakuan dan keadilan sosial di tengah masyarakat yang inklusif. (Adv)