BorneoFlash.com, JAKARTA – Berdasarkan catatan Tempo, aparat penegak hukum telah mengungkap setidaknya sepuluh kasus judi online (judol) dalam setahun terakhir. Dalam kasus terbaru, mereka menangkap tersangka berinisial HB, yang diduga sebagai pemilik situs judol Nitro123. HB sempat buron selama tiga tahun sebelum kembali dari Phnom Penh, Kamboja, ke Jakarta.
Aparat menangkap HB pada Jumat, 2 Mei 2025, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. HB terbang dari Phnom Penh pukul 15.21 waktu setempat dan tiba di Indonesia pukul 18.21 WIB. Aparat bisa mengungkap informasi keberangkatan HB berkat koordinasi antara Bareskrim Polri, Divhubinter Polri, Ditjen Imigrasi, dan otoritas luar negeri. Begitu HB tiba di Jakarta, aparat langsung mengamankannya.
Kasus ini menunjukkan bahwa praktik judi daring di Indonesia masih marak, meskipun aparat telah mengancam para bandar, promotor, dan pelaku dengan hukuman pidana. Pertanyaannya, seperti apa sebenarnya ancaman pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan? Dan mengapa ancaman tersebut belum cukup menimbulkan efek jera?
Secara umum, hukum Indonesia mengatur aktivitas perjudian, baik konvensional maupun digital, dalam beberapa peraturan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
1. Sanksi bagi Bandar Judi Online
Menurut Ejournal Unsrat, hukum menganggap pihak yang menjalankan usaha perjudian sebagai mata pencaharian atau perusahaan (termasuk bandar judol) melanggar Pasal 303 ayat (1) KUHP, dengan ketentuan:
- Pihak yang dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan berjudi dan menjadikannya mata pencaharian, atau ikut serta dalam perusahaan perjudian.
- Pihak yang dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan berjudi kepada khalayak umum tanpa memperhatikan syarat atau tata cara tertentu.
Awalnya, Pasal 303 ayat (1) KUHP mengancam bandar dengan hukuman penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda Rp90.000. Namun, UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian memperberat sanksi menjadi pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta.
Revisi kedua UU ITE pada 2024 juga menegaskan ancaman pidana bagi pelaku judi online. Pasal 45 ayat (3) menyebutkan, pihak yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya konten bermuatan perjudian dapat dipidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp10 miliar.
2. Sanksi bagi Promotor Judi Online
Promotor judi online yang mempromosikan perjudian melalui media elektronik melanggar Pasal 27 ayat (2) UU ITE, yang melarang distribusi informasi elektronik bermuatan perjudian.
Hukum mengancam mereka dengan sanksi yang sama seperti bandar, yaitu penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp10 miliar, sesuai Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
3. Sanksi bagi Pemain Judi Online
Pemain yang menjadikan judi online sebagai mata pencaharian juga melanggar Pasal 303 ayat (1) butir ke-3 KUHP, yang mengatur:
- Pihak yang menggunakan kesempatan bermain judi yang diadakan secara ilegal.
- Pihak yang ikut serta dalam perjudian di tempat umum tanpa izin resmi.
Hukum mengancam mereka dengan pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda Rp25 juta. Selain itu, Pasal 303 bis ayat (1) KUHP memungkinkan hakim menjatuhkan pidana penjara hingga 4 tahun atau denda maksimal Rp10 juta.
Pasal 427 KUHP juga menyebutkan bahwa siapa pun yang bermain judi tanpa izin bisa dijatuhi hukuman penjara maksimal 3 tahun atau denda hingga kategori III (Rp50 juta). (*)