BorneoFlash.com, – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai berdampak nyata pada sektor logistik global. Beberapa perusahaan pelayaran internasional membatalkan pelayaran kapal kargo dari China ke AS akibat penurunan volume pesanan.
Hal ini dipicu oleh penerapan tarif impor baru oleh Presiden Donald Trump. HLS Group mencatat setidaknya 80 pelayaran dari China dibatalkan dalam beberapa waktu terakhir, sebagai upaya perusahaan pelayaran menyesuaikan kapasitas angkut dengan menurunnya permintaan.
Pada 19 April 2025, aliansi pelayaran besar seperti Ocean Network Express (ONE) memutuskan untuk menangguhkan salah satu rute yang mencakup pelabuhan di Qingdao, Ningbo, Shanghai, Pusan, Vancouver, dan Tacoma. Beberapa jalur pelayaran juga membatalkan kunjungan ke pelabuhan Wilmington, North Carolina.
Penurunan jumlah pengiriman dari China ke AS diperkirakan akan mempengaruhi rantai pasok global. Dampaknya mencakup operasional pelabuhan, transportasi darat (seperti truk dan kereta api), serta sektor pergudangan.
Dengan pembatalan 80 pelayaran, antara 640.000 hingga 800.000 kontainer tidak jadi dikirimkan. Akibatnya, aktivitas bongkar muat berkurang, pendapatan pelabuhan turun, dan permintaan terhadap jasa angkutan serta penyimpanan logistik ikut tertekan.
CEO Sea-Intelligence, Alan Murphy, menyatakan bahwa meskipun belum ada model yang dapat memproyeksikan seberapa lama tren penurunan ini akan berlangsung, ia memperkirakan lebih banyak pembatalan pelayaran akan terjadi dalam waktu dekat.
Selain itu, data pemesanan pengiriman internasional pada akhir Maret hingga awal April menunjukkan penurunan signifikan, terutama pada produk pakaian jadi, tekstil, aksesori, dan mainan—kategori barang yang banyak diimpor dari China dan kini dikenakan tarif tinggi. Pemesanan produk tekstil dan pakaian jadi, misalnya, turun lebih dari 50 persen.
Bruce Chan, Direktur Logistik Global di Stifel, mengatakan bahwa kebijakan tarif ini membuat pengecer lebih berhati-hati dalam menyusun inventaris. Ia menambahkan bahwa trauma akibat kelebihan stok pascapandemi Covid-19 masih membekas, sehingga pengecer kini menghindari risiko yang sama. Ketidakpastian ini tercermin dalam peningkatan pembatalan pelayaran, terutama di jalur trans-Pasifik dari Asia ke Amerika.
Untuk menghindari kerugian akibat kapal yang tidak terisi penuh, operator pelayaran mengambil berbagai langkah penyesuaian. Beberapa strategi yang diterapkan antara lain pembatalan pelayaran (blank sailing), penghapusan rute tertentu (vessel strings), penggunaan kapal berukuran lebih kecil, atau memperlambat kecepatan kapal (slow steaming).
Strategi serupa juga diterapkan selama pandemi Covid-19. Namun, saat itu, pembatalan pelayaran justru menyebabkan lonjakan tarif kontainer yang mencapai 30.000 dolar AS, yang dikritik karena memperparah kelangkaan secara tidak perlu.
Sementara itu, Vietnam mulai mengambil alih sebagian peluang pasar yang sebelumnya didominasi China. Tarif pengiriman barang laut dari Vietnam tercatat melonjak 43 persen sejak akhir Maret, yang menunjukkan adanya lonjakan permintaan pengiriman dari negara tersebut.
Peter Sand, analis utama di Xeneta, mengatakan bahwa kenaikan tarif pasar di segmen bawah menunjukkan tekanan permintaan yang tinggi. Ia juga menambahkan bahwa keputusan Presiden Trump untuk menunda penerapan tarif tambahan terhadap negara selain China selama 90 hari turut mendorong peningkatan permintaan pengiriman dalam jangka pendek. (*)