BorneoFlash.com, JAKARTA – Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menilai bahwa bisnis pengolahan sampah menjadi energi menawarkan prospek yang menjanjikan, dengan estimasi balik modal dalam 5 hingga 6 tahun.
Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara, Pandu Sjahrir, menyatakan bahwa meskipun belum ada investor yang secara konkret masuk ke sektor ini, sejumlah negara seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, dan negara-negara Eropa mulai menunjukkan minat.
“Kalau di luar negeri bisa balik modal dalam 5–6 tahun. Saya rasa di Indonesia pun bisa serupa,” ujar Pandu, dikutip dari Antara, Jumat (11/4/2025).
Pandu menjelaskan bahwa Indonesia tidak hanya membutuhkan pendanaan, tetapi juga transfer teknologi dalam pengembangan sektor ini. Ia menekankan pentingnya penerapan teknologi canggih agar proses pengolahan sampah tidak menciptakan dampak lingkungan baru.
“Investasi itu tentu mencakup pendanaan dan pembangunan teknologi. Ini penting karena skala proyek waste-to-energy cukup besar dan tersebar di berbagai lokasi,” tambahnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Zulkifli Hasan (Zulhas), juga melihat potensi besar dari sektor pengolahan sampah. Ia menyebut bahwa sejumlah negara seperti Singapura, Jepang, Tiongkok, dan negara-negara Eropa telah menunjukkan minat tinggi untuk menanamkan modal di sektor energi berbasis sampah di Indonesia.
Namun, Zulhas menyoroti masih banyaknya tantangan regulasi yang menghambat investor. “Sekarang yang antre banyak, tapi karena aturannya rumit, mereka tidak berani masuk, tidak sanggup mengurusnya,” ujarnya.
Zulhas juga mendorong BPI Danantara agar ambil bagian dalam bisnis ini, mengingat sektor ini menjanjikan keuntungan dari sisi pendanaan dan penguasaan teknologi.
Sebagai langkah strategis, pemerintah saat ini mengkaji penyatuan tiga Peraturan Presiden (Perpres) yang terkait pengelolaan sampah. Langkah ini bertujuan memperkuat kerangka hukum demi mendorong pemanfaatan sampah menjadi energi listrik melalui proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Ketiga peraturan tersebut meliputi Perpres Nomor 97 Tahun 2017, Perpres Nomor 35 Tahun 2018, dan Perpres Nomor 83 Tahun 2018.
Pemerintah juga merencanakan skema tarif listrik dari PLTSa sebesar 18–20 sen dolar AS per kilowatt-jam (kWh), lebih tinggi dari tarif PLN saat ini yang sebesar 13,5 sen per kWh. (*)