BorneoFlash.com,JAKARTA – Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Lodewijk F. Paulus, mengungkapkan bahwa banyak kapal milik lembaga penjaga keamanan laut tidak beroperasi, meskipun anggaran untuk bahan bakar minyak (BBM) tetap tersedia. Ia menyoroti fakta bahwa sebagian besar kapal hanya bersandar di pelabuhan.
“Kalau kita hidupkan radar hari ini, kita bisa melihat bahwa hanya beberapa persen kapal yang beroperasi di laut, sementara sisanya bersandar,” kata Lodewijk dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Selasa (11/2/2025). “Padahal, anggaran BBM dan dukungan operasional tetap berjalan,” tambahnya.
Ia mencontohkan kondisi di perairan Kepulauan Riau, di mana banyak kapal milik lembaga keamanan laut hanya tertambat di pelabuhan. Untuk mengatasi masalah ini, ia mengusulkan regulasi yang dapat mengoordinasikan penyebaran kapal pengawas agar lebih merata di seluruh wilayah perairan Indonesia.
“Kapal-kapal ini menumpuk di Kepulauan Riau. Kita harus mengoordinasikan penyebarannya dengan lebih baik dan membagi sektor pengawasan secara jelas. Jumlah kapal terbatas, sementara wilayah yang harus diawasi sangat luas,” ujarnya.
Lodewijk juga mengungkapkan bahwa saat ini ada 13 lembaga yang memiliki kewenangan menjaga keamanan laut. Namun, lemahnya koordinasi antar-lembaga menyebabkan ego sektoral dalam pelaksanaannya.
“Saat ini ada 13 lembaga yang berwenang menegakkan hukum di laut. Masing-masing memiliki tugas dan wewenang sendiri yang diatur undang-undang. Dari jumlah tersebut, enam lembaga memiliki armada kapal,” jelasnya.
Enam lembaga yang memiliki armada kapal adalah:
- TNI Angkatan Laut
- Direktorat Perairan Perlindungan
- Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan
- Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
- Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan
- Badan Keamanan Laut (Bakamla)
Lodewijk menegaskan bahwa pemerintah perlu meningkatkan koordinasi agar kapal-kapal tersebut dapat beroperasi optimal dalam menjaga keamanan laut Indonesia. (*)