Takdir Pustaka Bagian Ke-II, Slamet dan Pencerahan di Perpustakaan Masjid

oleh -
Editor: Ardiansyah
Ilustrasi by Freepik.
Ilustrasi by Freepik.

BorneoFlash.com, OPINI – Begitulah buku. Ia punya takdirnya sendiri yang unik dan kerap tak terduga. Tentang itu saya punya cerita sendiri. Namanya Slamet. Nama yang umum untuk bocah laki-laki Jawa yang hidup di kampung kawasan Kotagede, Yogyakarta. 

 

Kami berteman sejak memasuki bangku SMA. Sebetulnya usia Slamet dua tahun lebih tua dari saya. Namun karena sebab kekurangan biaya, Ia memutuskan berhenti dari Sekolah Teknik Menengah (STM) tempatnya belajar sebelumnya.

 

Meski demikian, sebetulnya orang tua Slamet tidak menyerah. Mereka berjuang keras. Ayahnya memutuskan mencari tambahan pendapatan dengan berjualan kerupuk sembari menjadi buruh tani, sementara ibunya mencuci pakaian bagi para pekerja dan mahasiswa rantau.

 

Sayang, ketika mereka akhirnya mampu membiayai pendidikan anak-anaknya kembali, Slamet justru enggan melanjutkan. Ia kadung patah arang dengan institusi pendidikan di samping iba menyaksikan orang tuanya banting tulang. Slamet ingin meringankan beban.

 

Urusan sekolah, biarlah kakak dan adiknya saja yang meneruskan. Maka ia putuskan membantu sang Ayah dengan menjadi buruh tani, kerja serabutan, dan berkeliling kampung guna menjajakan kerupuk.

 

Tapi beginilah kisahnya. Suatu hari, terik matahari memaksa Slamet rehat dan bergegas mencari tempat berteduh. Senyampang menemukan dirinya di sebuah perpustakaan masjid, matanya terbetot pada sebuah buku tua tanpa sampul: Berpikir dan Berjiwa Besar karya David J. Schwartz.

 

Mungkin ia mengambilnya karena iseng. Mungkin juga karena bosan menunggu cuaca berangsur teduh. Tetapi halaman demi halaman yang dibacanya membakar sesuatu dalam dirinya—sebuah kesadaran bahwa dunia lebih luas daripada yang ia kira dan kehidupan layak diperjuangkan bersemi.

 

Alhasil dua tahun setelah berhenti sekolah, Slamet kembali. Kali ini bukan ke STM, melainkan ke sekolah umum, tempat saya bersekolah. Saya menyaksikan sendiri bagaimana motivasi belajarnya begitu menyala. Ia rajin membaca dan kerap meminjam buku dari saya dan teman-teman lain. 

Baca Juga :  Disnakertrans Balikpapan: Terjadi Penurunan Angka PHK Di Tahun 2021

 

Bahkan, jika merasa pelajaran di sekolah kurang menarik, ia memilih “membolos” untuk menghabiskan waktu di toko buku atau perpustakaan daerah. Mimpinya bukan lagi segera berpenghasilan dan hidup mapan. 

 

Ia ingin melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi. Sebuah keinginan yang sebelumnya tidak pernah terbersit di pikirannya atau kawan-kawan sekampungnya yang memang rata-rata berada di bawah garis kemiskinan.

 

Dari anak yang dulu enggan kembali ke bangku sekolah, Slamet bertransformasi menjadi seorang pembelajar yang lapar. Dan hari ini, ia berdiri sebagai seorang sarjana hukum dengan karier gemilang. (*)

 

Bersambung ke bagian III
*Penulis: Wildan Taufiq

Simak berita dan artikel BorneoFlash lainnya di  Google News

banner 700x135

No More Posts Available.

No more pages to load.