“Dengan monitoring kita juga ada pengawas kalau ada permasalahan sejak dini sudah dilakukan pencegahan dan upaya-upaya. Sejauh ini belum ada laporan siswa terpapar paham radikalisme,” ucapnya.
Sementara itu, Sub Koordinator Kurikulum dan Penilaian SMA Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim Atik Sulistyowati mengatakan langkah yang dilakukan untuk mencegah radikalisme di dunia pendidikan dapat dilakukan secara bertahap, mulai dari Kepala Sekolah, Guru hingga para siswa.
Sementara yang sifatnya inovatif tentu sekolah juga harus bergerak lebih aktif untuk mengetahui yang dilaksanakan anak-anak di luar jam pembelajaran. Artinya tidak menutup kemungkinan dengan media sosial yang begitu hebat sekolah bisa mengambil peran didalamnya.
Meskipun pada kurikulum merdeka atau lebih dikenal dengan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) mengajarkan nilai-nilai Pancasila yang dapat diimplementasikan kepada kehidupan sehari-hari.

Dalam kurikulum merdeka mengacu pada Pancasila sebagai tujuan akhir, karena pasti ada permasalahan intoleransi, ada radikalisme semua ada di Kurikulum Merdeka. Semisal ada projek sosiodrama dapat mendukung program pemerintah yang anti radikalisme atau intoleransi.
“P5 itu aktualisasi dari praktik baik itu siswa maupun guru, disinilah fungsi dari sekolah menanamkan ke anak didik praktik baik yang dilakukan melalui projek, sehingga anak-anak bisa berinovasi mengekspor kemampuannya dan mengedukasi apa yang dia terima dari apa yang sudah dilakukan,” tutupnya.