BorneoFlash.com, SENDAWAR – Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) sangat disambut baik oleh seluruh masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), begitu pula di Kabupaten Kutai Barat (Kubar).
Salah satu kalangan masyarakat yang sangat antusias menyambut berpindahnya IKN ini adalah dari sektor pekerja rotan.
Para pekerja rotan yang kesehariannya mengumpulkan hasil alam untuk bisa diolah menjadi suatu produk ataupun kerajinan tangan ini. Sangat berharap dengan pindahnya IKN bisa berdampak pula pada pendapatan sehari-hari.
Sebab, jika IKN pindah maka akan diperkirakan ada banyak usaha ataupun pabrik pengolahan kerajinan dari bahan baku rotan.
“Selama ini rotan hanya dikirimkan ke luar pulau untuk bisa dibuatkan produk kerajinan. Kalau sudah pindah kesini (Kaltim) maka nantinya bisa diolah di sini juga.
Dari segi pemasaran juga pasti akan mudah karena berada di tempat yang akan dikenal banyak orang,” kata Lukas (45) salah satu pekerja rotan di Kampung Pusung Kecamatan Muara Lawa pada Selasa (19/10/2021).
Selama ini Lukas mengaku bahwa rotan yang mereka cari di hutan belantara dikirimkan keluar pulau dengan harga Rp 6.000/kg. Tentunya, dengan pindahnya IKN harapan para pekerja rotan ini juga akan berdampak pada pendapatan mereka.
“Saya sejak lulus SD langsung bantu orang tua bekerja mencari rotan. Jaman dulu hanya seharga Rp 500/kg nya dan sekarang Rp 6.000/kg. Karena tidak mempunyai skill apa-apa makanya cuma mencari rotan saja, Disini rotan juga dibuatkan kerajinan tapi skalanya kecil,” urai bapak yang mempunyai 3 orang anak ini.
Meskipun hanya sebagai pekerja pencari rotan, Lukas sangat berharap kedepannya Kaltim bisa lebih berkembang khususnya jika IKN sudah bisa secara resmi pindah.
Dengan begitu, masyarakat Kaltim pun bisa semakin maju dan berkesempatan dalam meningkatkan daya saing. Apalagi didukung dengan kekayaan alam yang masih sangat banyak dan bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.
“Sumber daya alam kita sangat banyak, sayang jika harus dikirim tanpa bisa kita olah sendiri. Kita jual dengan harga tidak seberapa tapi setelah di olah orang lain. Harganya melambung tinggi, padahal bahan bakunya dari tempat kita,” tandasnya.
(BorneoFlash.com/Lilis)